MENU

Sabtu, 23 April 2011

Beberapa Pahlawan Indonesia

1. Abdul Halim
Abdul Halim (ejaan lama: Abdoel Halim) (lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 27 Desember 1911 – meninggal di Jakarta, 4 Juli 1987 pada umur 75 tahun) adalah Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Halim (1949) yang memerintah ketika Republik Indonesia merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat dengan Acting Presiden RI Mr. Assaat.
Abdul Halim lahir dari ayah yang bernama Achmad St. iyus dan ibu yang bernama H. Darama. Ia mengecap pendidikan di HIS, MULO dan AMS B di Jakarta, dan merupakan lulusan GHS (Geneeskundige Hooge School - didirikan tahun 1924 - atau Sekolah Kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) di Jakarta.
Ia yang tetap membujang selama hayatnya
2. Abdul Haris Nasution
Jenderal Besar TNI Purn. Abdul Haris Nasution (lahir di Kotanopan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918 – meninggal di Jakarta, 6 September 2000 pada umur 81 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September, namun yang menjadi korban adalah putrinya Ade Irma Suryani Nasution.
Pada 5 Oktober 1997, bertepatan dengan hari ABRI, Nasution dianugerahi pangkat Jendral Besar bintang lima. Nasution tutup usia di RS Gatot Soebroto pada 6 September 2000 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

3. Abdoel Moeis
Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – meninggal di Bandung,Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad pada tahun 1918mewakili Centraal Sarekat Islam.[1] Ia dimakamkan di TMP Cikutra - Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959).
Riwayat perjuangannya
- Mengecam tulisan orang-orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia melalui tulisannya di harian berbahasa Belanda, De Express
- Pada tahun 1913, menentang rencana pemerintah Belanda dalam mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis melalui Komite Bumiputera bersama dengan Ki Hadjar Dewantara
- Pada tahun 1922, memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta sehingga ia diasingkan ke Garut, Jawa Barat
- Mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda dalam pendirian Technische Hooge School - Institut Teknologi Bandung (ITB)

4. Abdul Kadir Gelar Raden Temenggung Setia Pahlawan
Abdul Kadir Gelar Raden Temenggung Setia Pahlawan (lahir: Sintang, Kalimantan Barat, 1771 - wafat: Tanjung Suka Dua, Melawi,1875) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia dari Melawi. Pada tahun 1845, ia diangkat sebagai Kepala Pemerintahan Melawi yang merupakan bagian dari Kerajaan Sintang. Sebagai pejabat kerajaan ai mendapat gelar Raden temenggung. Ia berhasil mengembangkan potensi perekonomian wilayah ini dan mempersatukan suku Dayak dengan Melayu. Selain itu ia juga berjuang menentang Belanda yang ingin menguasai wilayah ini. Tahun 1999 diangkat sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden nomer 114 / TK / 1999 tanggal 13 - 10 – 1999.
5. Abdulrahman Saleh
Abdulrahman Saleh, Prof. dr. Sp.F, Marsekal Muda Anumerta[1], (lahir di Jakarta, 1 Juli 1909 – meninggal di Maguwoharjo, Sleman, 29 Juli 1947 pada umur 38 tahun) atau sering dikenal dengan nama julukan "Karbol"[2] adalah seorang pahlawan nasional Indonesia, tokoh Radio Republik Indonesia (RRI) dan bapak fisiologi kedokteran Indonesia.
Abdulrachman Saleh dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1909 di Jakarta. Pada masa mudanya, ia bersekolah di HIS (Sekolah rakyat berbahasa Belanda atau Hollandsch Inlandsche School) MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau kini SLTP, AMS (Algemene Middelbare School) kini SMU, dan kemudian diteruskannya ke STOVIA(School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Karena pada saat itu STOVIA dibubarkan sebelum ia menyelesaikan studinya di sana, maka ia meneruskan studinya di GHS (Geneeskundige Hoge School), semacam sekolah tinggi dalam bidang kesehatan atau kedokteran. Ayahnya, Mohammad Saleh, tak pernah memaksakannya untuk menjadi dokter, karena saat itu hanya ada STOVIA saja. Ketika ia masih menjadi mahasiswa, ia sempat giat berpartisipasi dalam berbagai organisasi seperti Jong Java, Indonesia Muda, dan KBI atau Kepanduan Bangsa Indonesia.
Abulrachman Saleh dimakamkan di Yogyakarta dan ia diangkat menjadi seorang Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.071/TK/Tahun 1974, tanggal 9 Nopember 1974.
Pada tanggal 14 Juli 2000[1], atas prakarsa TNI-AU, makam Abdulrahman Saleh, Adisucipto, dan para istri mereka dipindahkan dari pemakaman Kuncen ke Kompleks Monumen Perjuangan TNI AU Dusun Ngoto, Desa Tamanan, Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta.
Nama Ia diabadikan sebagai nama Pangkalan TNI-AU dan Bandar Udara di Malang. Selain itu, piala bergilir yang diperebutkan dalam Kompetisi Kedokteran dan Biologi Umum (Medical and General Biology Competition) disebut Piala Bergilir Abdulrahman Saleh.
6. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo
Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret1896 – meninggal 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, dan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalahMenteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Achmad Soebardjo memiliki gelar Meester in de Rechten, yang diperoleh di Universitas Leiden Belanda pada tahun 1933.
Semasa masih menjadi mahasiswa, Soebardjo aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui beberapa organisasi seperti Jong Jawa dan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda. Pada bulan Februari 1927, ia pun menjadi wakil Indonesia bersama dengan Mohammad Hatta dan para ahli gerakan-gerakan Indonesia pada persidangan antarbangsa "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang pertama diBrussels dan kemudiannya di Jerman. Pada persidangan pertama itu juga ada Jawaharlal Nehru dan pemimpin-pemimpin nasionalis yang terkenal dari Asia dan Afrika[4]. Sewaktu kembalinya ke Indonesia, ia aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Dan pada tanggal 17 Agustus 1945, Soebardjo dilantik sebagai Menteri Luar Negeri pada Kabinet Presidensial, kabinet Indonesia yang pertama, dan kembali menjabat menjadi Menteri Luar Negeri sekali lagi pada tahun 1951 - 1952. Selain itu, ia juga menjadi Duta BesarRepublik Indonesia di Switzerland antara tahun-tahun 1957 - 1961. Dalam bidang pendidikan, Sebardjo merupakan profesor dalam bidang Sejarah Perlembagaan dan Diplomasi Republik Indonesia di Fakultas Kesusasteraan, Universitas Indonesia.

7. Adam Malik Batubara
Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984 pada umur 67 tahun) adalah mantan MenteriIndonesia pada beberapa Departemen, antara lain beliau pernah menjabat menjadi Menteri Luar Negeri. Ia juga pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ketiga.
Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967.
Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, beliau merasa kurang dapat berperan banyak. Maklum, beliau seorang yang terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya berperan sesekali meresmikan proyek dan membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan beliau mengungkapkan kegalauan hatinya tentang feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Beliau menganalogikannya seperti tuan-tuan kebon.
Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, beliau sering mengatakan “semua bisa diatur”. Sebagai diplomat beliau memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan “semua bisa diatur” itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini “semua bisa di atur” dengan uang.
Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan. Atas jasa-jasa beliau, beliau dianugerahi berbagai macam penghargaan, diantaranya adalah Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971, Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973, dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998.

8. Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 – 1683) adalah putra Sultan Abdul Ma'ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelarPangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.
Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang). Ia dimakamkan di Mesjid Banten.
Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 - 1683. Ia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.
Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat sultan.
Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint Martin.

9. Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma
Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 - wafat: Kerta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) adalah Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.
Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal3 November 1975. Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama namun ditolak mentah-mentah. Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC.
Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut Jayakarta di bagian Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan Mataram, dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas mereka pun dipindah ke kota itu. Menyadari kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten.
Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Akibatnya, hubungan diplomatik kedua pihak pun putus. Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Ia pun membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Ia juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.
Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelarAmangkurat I.
10. Haji Agus Salim
Haji Agus Salim (lahir dengan nama Mashudul Haq (berarti "pembela kebenaran"); lahir diKoto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober 1884 – meninggal diJakarta, Indonesia, 4 November 1954 pada umur 70 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto.
Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI antara lain:
- anggota Volksraad (1921-1924)
- anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
- Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947
- pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947
- Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947
- Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949
Di antara tahun 1946-1950 ia laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presidentil dan di tahun 1950 sampai akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.
Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas namun Haji Agus Salim dikenal masih menghormati batas-batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik.
Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku dengan judulBagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu diperbaiki menjadiKeterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal.
Ia meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

11. Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani
Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani (juga dieja Achmad Yani; lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 19 Juni 1922 – meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun) adalah seorang pahlawan revolusi dan nasional Indonesia.
Beliau dikenal sebagai seorang tentara yang selalu berseberangan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Ketika menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat sejak tahun1962, ia menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Karena itulah beliau menjadi salah satu target PKI yang akan diculik dan dibunuh di antara tujuh petinggi TNI AD melalui G30S (Gerakan Tiga Puluh September). Ia ditembak di ruang makan di rumahnya,Jalan Lembang D58,Menteng pada jam 04.35 tanggal 1 Oktober 1965. Mayatnya kemudian ditemukan di Lubang Buaya. Jabatan terakhir sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat(Men/Pangad) sejak tahun 1962. Beliau dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

12. Pangeran Antasari
Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797 atau 1809 meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.[9]
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Dalam peperangan, belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden. Namun sampai perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini.

13. Jenderal Basuki Rahmat
Jenderal Basuki Rahmat (lahir di Tuban, Jawa Timur, 4 November 1921 – meninggal diJakarta, 8 Januari 1969 pada umur 47 tahun) adalah seorang jenderal dan politikus Indonesia. Ia adalah seorang pahlawan nasional Indonesia.
Sebelum menjadi militer, sebenarnya Basuki muda ingin menjadi guru hingga meneruskan pendidikannya di Sekolah guru Muhammadiyah, Yogyakarta. Akan tetapi jalan hidup membuatnya megikuti pendidikan Pembela Tanah Air. Selepas pendidikan Basuki ditempatkan di Pacitan dengan pangkat shodancho (Komandan Pelopor).
Memasuki era perjuangan kemerdekaan, ia juga turut dalam pembentukan Badan Keamanan Rakyat Maospati, Jawa Timur. Bakat kepemimpinannya yang menonjol membuat ia ditunjuk menjadi Komandan Batalyon 2 Resimen 31 Divisi IV Ronggolawe dan kemudian ditunjuk menjadi Komandan Batalyon 16 Brigade 5 Divisi I Jawa Timur.

14. Sutomo
Sutomo (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 3 Oktober 1920 – meninggal di Padang Arafah, Arab Saudi, 7 Oktober 1981 pada umur 61 tahun) lebih dikenal dengan sapaan akrab oleh rakyat sebagai Bung Tomo, adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA, yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945 yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, di pusat kota Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda. Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura. Ayahnya adalah seorang serba bisa. Ia pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer.

15. Dr. Cipto Mangunkusumo
Dr. Cipto Mangunkusumo atau Tjipto Mangoenkoesoemo (Pecangakan, Ambarawa, Semarang, 1886 –Jakarta, 8 Maret 1943) adalah seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Bersama dengan Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara ia dikenal sebagai "Tiga Serangkai" yang banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan penjajahan Hindia Belanda. Ia adalah tokoh dalamIndische Partij, suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh Belanda. Pada tahun 1913 ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru kembali 1917.
Dokter Cipto menikah dengan seorang Indo pengusaha batik, sesama anggota organisasi Insulinde, bernama Marie Vogel pada tahun 1920.
Berbeda dengan kedua rekannya dalam "Tiga Serangkai" yang kemudian mengambil jalur pendidikan, Cipto tetap berjalan di jalur politik dengan menjadi anggota Volksraad. Karena sikap radikalnya, pada tahun 1927 ia dibuang oleh pemerintah penjajahan ke Banda.
Ia wafat pada tahun 1943 dan dimakamkan di TMP Ambarawa.

16. Cut Nyak Dhien
Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 –Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880
17. Tjoet Nyak Meutia
Tjoet Nyak Meutia (Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, 1870 - Alue Kurieng, Aceh, 24 Oktober 1910) adalah pahlawan nasional Indonesia dari daerah Aceh. Ia dimakamkan di Alue Kurieng, Aceh
Awalnya Tjoet Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Namun pada bulan Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Tjik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nagroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.
Tjoet Meutia kemudian menikah dengan Pang Nagroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan pasukan lainnya dibawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran dengan Korps Marechausée di Paya Cicem, Tjoet Meutia dan para wanita melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910.
Tjoet Meutia kemudian bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukkannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia bersama pasukkannya bentrok dengan Marechausée di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.

18. Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 – meninggal di Makassar,Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasionalRepublik Indonesia. Makamnya berada di Makassar.
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.
Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden.
Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830.

19. Jenderal Gatot Soebroto
Jenderal Gatot Soebroto (lahir di Banyumas, Jawa Tengah, 10 Oktober 1907 – meninggal di Jakarta, 11 Juni1962 pada umur 54 tahun) adalah tokoh perjuangan militer Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan juga pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Ungaran, kabupaten Semarang. Pada tahun 1962, Soebroto dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional menurut SK Presiden RI No.222 tanggal 18 Juni 1962. Ia juga merupakan ayah angkat dari Bob Hasan, seorang pengusaha ternama dan mantan menteri Indonesia pada era Soeharto.
Pada tahun 1953, beliau sempat mengundurkan diri dari dinas militer, namun tiga tahun kemudian diaktifkan kembali sekaligus diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).
Beliau adalah penggagas akan perlunya sebuah akademi militer gabungan (AD,AU,AL) untuk membina para perwira muda. Gagasan tersebut diwujudkan dengan pembentukan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) pada tahun 1965.

20. Abdul Halim Perdanakusuma
Abdul Halim Perdanakusuma (lahir di Sampang[1], 18 November 1922 – meninggal diMalaysia, 14 Desember 1947 pada umur 25 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia meninggal dunia saat menjalankan tugas semasa perang Indonesia - Belanda diSumatera, yaitu ketika ditugaskan membeli dan mengangkut perlengkapan senjata denganpesawat terbang dari Thailand.
Pemerintah Indonesia memberi penghormatan atas jasa dan perjuangan Halim, dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan mengabadikan namanya pada Bandara Halim Perdana Kusuma di Jakarta. Pemerintah juga mengabadikan namanya pada kapal perang KRI Abdul Halim Perdanakusuma.
21. Sri Sultan Hamengkubuwana I
Hamengkubuwana I meninggal dunia tanggal 24 Maret 1792. Kedudukannya sebagai raja Yogyakarta digantikan putranya yang bergelarHamengkubuwana II.
Hamengkubuwana I adalah peletak dasar-dasar Kesultanan Yogyakarta. Ia dianggap sebagai raja terbesar dari keluarga Mataram sejakSultan Agung. Yogyakarta memang negeri baru namun kebesarannya waktu itu telah berhasil mengungguli Surakarta. Angkatan perangnya bahkan lebih besar daripada jumlah tentara VOC di Jawa.
Hamengkubuwana I tidak hanya seorang raja bijaksana yang ahli dalam strategi berperang, namun juga seorang pecinta keindahan. Karya arsitektur pada jamannya yang monumental adalah Taman Sari Keraton Yogyakarta.Taman Sari di rancang oleh orang berkebangsaan Portugis yang terdampar di laut selatan dan menjadi ahli bangunan Kasultanan dengan nama Jawa Demang Tegis.
Meskipun permusuhannya dengan Belanda berakhir damai namun bukan berarti ia berhenti membenci bangsa asing tersebut. Hamengkubuwana I pernah mencoba memperlambat keinginan Belanda untuk mendirikan sebuah benteng di lingkungan keraton Yogyakarta. Ia juga berusaha keras menghalangi pihak VOC untuk ikut campur dalam urusan pemerintahannya. Pihak Belanda sendiri mengakui bahwa perang melawan pemberontakan Pangeran Mangkubumi adalah perang terberat yang pernah dihadapi VOC di Jawa (sejak 1619 - 1799).
Rasa benci Hamengkubuwana I terhadap penjajah asing ini kemudian diwariskan kepada Hamengkubuwana II, raja selanjutnya. Maka, tidaklah berlebihan jika pemerintah Republik Indonesia menetapkan Sultan Hamengkubuwana I sebagai pahlawan nasional pada tanggal 10November 2006 beberapa bulan sesudah gempa melanda wilayah Yogyakarta.

22. Sri Sultan Hamengkubuwana IX
Sri Sultan Hamengkubuwana IX (bahasa Jawa: Sri Sultan Hamengkubuwono IX), lahir di Yogyakarta, Hindia-Belanda, 12 April 1912 – meninggal di Washington, DC, Amerika Serikat, 2 Oktober 1988 pada umur 76 tahun. Ia adalah salah seorang Sultan yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta (1940-1988) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakartayang pertama setelah kemerdekaan Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Ia juga dikenal sebagai Bapak PramukaIndonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
23. Ismail Marzuki
Ismail Marzuki (lahir di Kwitang, Senen, Batavia, 11 Mei 1914 – meninggal di Kampung Bali, Tanah Abang,Jakarta, 25 Mei 1958 pada umur 44 tahun) adalah salah seorang komponis besar Indonesia. Namanya sekarang diabadikan sebagai suatu pusat seni di Jakarta yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM) di kawasanSalemba, Jakarta Pusat.
Lagu ciptaan karya Ismail Marzuki yang paling populer adalah Rayuan Pulau Kelapa yang digunakan sebagai lagu penutup akhir siaran olehstasiun TVRI pada masa pemerintahan Orde Baru.
Ismail Marzuki mendapat anugerah penghormatan pada tahun 1968 dengan dibukanya Taman Ismail Marzuki, sebuah taman dan pusat kebudayaan di Salemba, Jakarta Pusat. Pada tahun 2004 dia dinobatkan menjadi salah seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia.
Ia sempat mendirikan orkes Empat Sekawan. Selain itu ia dikenal publik ketika mengisi musik dalam film Terang Bulan.

24. Ki Hadjar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadiKi Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun[1]; selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perangIndonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah.
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)
Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922:Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitunganpenanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.
Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang mendukung"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.

25. Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta
Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Fort de Kock (kiniBukittinggi), Sumatera Barat, 12 Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan Indonesia.
Nama yang diberikan oleh orangtuanya ketika dilahirkan adalah Muhammad Athar. Anak perempuannya bernama Meutia Hatta menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.

26. Mohammad Husni Thamrin
Mohammad Husni Thamrin (lahir di Sawah Besar, Jakarta, 16 Februari 1894 – meninggal di Jakarta, 11 Januari 1941 pada umur 46 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ayahnya adalah seorang Belanda dengan ibu orang Betawi. Sejak kecil ia dirawat oleh pamannya dari pihak ibu karena ayahnya meninggal, sehingga ia tidak menyandang nama Belanda.
Ia dikenal sebagai salah tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem Betawi) yang pertama kali menjadi anggota Dewan Rakyat di Hindia Belanda (Volksraad), mewakili kelompok Inlanders. Sejak 1935 ia menjadi anggota Volksraad melalui Parindra. Beliau juga salah satu tokoh penting dalam dunia sepakbola Indonesia, karena beliau menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden pada tahun 1932 untuk mendirikan lapangan sepakbola khusus untuk rakyat Hindia Belanda (Indonesia) pribumi yang pertama kali di daerah Petojo, Batavia (Jakarta).
Kematiannya penuh dengan intrik politik yang kontroversial. Tiga hari sebelum kematiannya, ia ditahan tanpa alasan jelas. Menurut laporan resmi, ia dinyatakan bunuh diri namun ada dugaan ia dibunuh oleh petugas penjara. Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Di saat pemakamannya, lebih dari 10000 pelayat mengantarnya yang kemudian berdemonstrasi menuntuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan dari Belanda.

27. Mr. Prof. Muhammad Yamin, SH
Mr. Prof. Muhammad Yamin, SH (lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903 – meninggal di Jakarta, 17 Oktober 1962 pada umur 59 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Talawi, Sawahlunto
Beliau merupakan salah satu perintis puisi modern di Indonesia, serta juga 'pencipta mitos' yang utama kepada Presiden Sukarno.
Pada tahun 1932, Yamin memperoleh ijazahnya dalam bidang hukum di Jakarta. Ia kemudian bekerja dalam bidang hukum di Jakarta sehingga tahun 1942. Karier politiknya dimulai dan beliau giat dalam gerakan-gerakan nasionalis. Pada tahun 1928, Kongres Pemuda IImenetapkan bahasa Indonesia, yang berasal dari bahasa Melayu, sebagai bahasa gerakan nasionalis Indonesia. Melalui pertubuhan Indonesia Muda, Yamin mendesak supaya bahasa Indonesia dijadikan asas untuk sebuah bahasa kebangsaan. Oleh itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi serta alat utama dalam kesusasteraan inovatif.
28. Mohammad Natsir
Mohammad Natsir (lahir di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Solok, Sumatera Barat, 17 Juli 1908 – meninggal di Jakarta, 6 Februari 1993 pada umur 84 tahun) adalah perdana menteri kelima, pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, dan salah seorang tokohIslam terkemuka di Indonesia.

29. Ir. Soekarno
Ir. Soekarno (ER, EYD: Sukarno) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Soekarno adalah penggaliPancasila karena ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negaraIndonesia itu dan ia sendiri yang menamainya Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.

30. Jenderal Besar TNI Anumerta Soedirman
Jenderal Besar TNI Anumerta Soedirman (Ejaan Soewandi: Sudirman) (lahir di Bodas Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916 – meninggal di Magelang, Jawa Tengah, 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang berjuang pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Dalam sejarah perjuangan Republik Indonesia, ia dicatat sebagai Panglima dan Jenderal RI yang pertama dan termuda. Saat usia Soedirman 31 tahun ia telah menjadi seorang jenderal. Meski menderita sakittuberkulosis paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya dalam perangpembelaan kemerdekaan RI. Pada tahun 1950 ia wafat karena penyakit tuberkulosis tersebut dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta.
31. Prof. Mr. Dr Soepomo
Prof. Mr. Dr Soepomo (Ejaan Soewandi: Supomo; lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah, 22 Januari 1903 – meninggal di Jakarta, 12 September 1958 pada umur 55 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Soepomo dikenal sebagai arsitek Undang-undang Dasar 1945, bersama dengan Muhammad Yamin dan Sukarno.

32. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim
Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (lahir di Jombang, Jawa Timur, 1 Juni 1914 – meninggal diCimahi, Jawa Barat, 19 April 1953 pada umur 38 tahun) adalah pahlawan nasional Indonesia dan menteri negara dalam kabinet pertama Indonesia. Ia adalah ayah dari presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid dan anak dari Hasyim Asy'arie, salah satu pahlawan nasionalIndonesia. Wahid Hasjim dimakamkan di Tebuireng, Jombang.
Pada tahun 1939, NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam di zaman pendudukan Belanda. Saat pendudukan Jepangyaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1943 beliau ditunjuk menjadi Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) menggantikan MIAI. Selaku pemimpin Masyumi beliau merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang membantu perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Selain terlibat dalam gerakan politik, tahun 1944 beliau mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Menjelang kemerdekaan tahun 1945 ia menjadi anggota BPUPKI dan PPKI.
Wahid Hasjim meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil di Kota Cimahi tanggal 19 April 1953.

33. Wahidin Sudirohusodo, dr
Wahidin Sudirohusodo, dr. (lahir di Mlati, Sleman, Yogyakarta, 7 Januari 1852 – meninggal di Yogyakarta, 26 Mei 1917pada umur 65 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia. Namanya selalu dikaitkan dengan Budi Utomokarena walaupun ia bukan pendiri organisasi kebangkitan nasional itu, dialah penggagas berdirinya organisasi yang didirikan para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen Jakarta itu.
Wahidin Sudirohusodo sering berkeliling kota-kota besar di Jawa mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat sambil memberikan gagasannya tentang "dana pelajar" untuk membantu pemuda-pemuda cerdas yang tidak dapat melanjutkan sekolahnya. Akan tetapi, gagasan ini kurang mendapat tanggapan.
Gagasan itu juga dikemukakannya pada para pelajar STOVIA di Jakarta tentang perlunya mendirikan organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan meninggikan martabat bangsa. Gagasan ini ternyata disambut baik oleh para pelajar STOVIA tersebut. Akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908, lahirlah Budi Utomo.

34. Kiai Haji Zainul Arifin
Kiai Haji Zainul Arifin (lahir di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, 2 September1909 – meninggal di Jakarta, 2 Maret 1963 pada umur 53 tahun) adalah seorang politisiNahdlatul Ulama (NU) terkemuka yang sejak remaja di zaman penjajahan Belanda sudah aktif dalam organisasi kepemudaan NU, GP Ansor, jabatan terakhirnya ialah ketua DPRGR sejak 1960 - 1963.

Minggu, 17 April 2011

Perayaan Islam di Kalimantan

PERAYAAN ISLAM DI TANAH KALIMANTAN
Pendahuluan
Seluruh wilayah yang ada didunia ini memiliki berbagai keberagaman yang muncul berdasarkan apa yang terjadi di wilayah itu sendiri. Hal demikian ini yang akan membentuk sebuah karakter yang akan melekat dan berbeda dengan daerah yang lainnya. Oleh karena itu, dibelahan dunia ini terdapat begitu banyak peradaban yang berbeda-beda dikarenakan oleh banyak faktor diantaranya adalah letak geografisnya, kondisi alam sekitar dan lain sebagainya sehingga tidak heran dunia memunculkan banyak peradaban.
Dalam permasalahan perbedaan itu islam juga menghadapi situasi yang sama dalam penerapan yang kerap berbeda penerapan oleh penganutnya, hal ini disebabkan oleh pengaruh budaya sebelum islam hadir.
Di Indonesia tradisi setiap manusia dalam islam itu sendiri terkadang tidak murni mengadopsi persis dengan yang ada di arab sana akan tetapi menyesuaikan dengan apa yang terdapat dalam kebudayaannya. Hal itu tentu dengan catatan tidak meninggalkan pokok-pokok ajaran islam serta tradisi yang dilaksanakan tidak menyalahi aturan syariat yang ada. Mengapa kok terjadi perbedaan tradisi ini? Hal inilah yang mesti kita cermati bahwa pada hakikatnya islam ini hadir tidak pada kebudayaan yang kosong maksudnya adalah islam hadir kedalam suatu komunitas yang telah mempunyai kebudayaan sebelumnya.
Kalimantan yang merupakan suatu sub bagian kepulauan dalam Republik Indonesia juga mempunyai kebudayaan sebelum dimasuki oleh islam. Diantara yang bisa dicontohkan adalah kebudayaan suku dayak, suku Kutai, suku bajau dan lainnya turut menjadikan kebudayaan islam yang masuk sedikit banyak akan dipengaruhi oleh kebudayaan tersebut.
Walaupun kalimantan ini tidak sama posisinya dengan kehidupan dimasyarakat dipulau jawa yang memang kompleks sekali keberagaman sukunya akan tetapi penelusuran yang membahas permasalahan hampir nihil dan sulit diketemukan referensi yang lengkap.
Latar belakang
Masuknya agama islam ketanah Kalimantan ini sangatlah menarik untuk diteliti dalam melengkapi khazanah kebudayaan islam nusantara masa lampau. Sejarah kehidupan masyarakat Kalimantan pra islam atau sebelum masa islam menarik juga untuk diulas sehingga akan menciptakan sebuah runtutan yang lengkap tentang proses dari masuknya islam.
Seperti yang telah terjadi di daerah-daerah lain, penyebaran dakwah islam hampir sebagian besar dilakukan oleh para pedagang asal Gujarat, Arab ataupun Persia. Setiap tempat yang disinggahi oleh para pedagang muslim ini maka hampir dapat dipastikan bahwa islam mulai tersebar dengan berbagai macam cara yang lazim yakni pernikahan, dakwah langsung ataupun setelah membaur dengan penduduk setempat. Oleh karena itu sebagian besar wilayah yang pada zaman dulu menjadi tempat perdagangan sangat potensial menjadi tempat berdakwah mulai dari daerah pasai, sriwijaya, banten, dan tentunya Kalimantan.
Dari banyaknya proses penyebaran islam ketanah Kalimantan yang dilakukan oleh para pedagang arab dan juga masyarakat Indonesia yang telah lebih dulu memeluk islam maka dapat diprediksi akan menimbulkan akulturasi peradaban penduduk Kalimantan dengan para penyebar agama itu. Kebudayaan asal menjadi membaur dalam sebuah kebudayaan baru yang disesuaikan dengan kepercayaan mereka masing-masing. Hal inilah yang menjadikan setiap tradisi yang penduduk Kalimantan percayai menjadi dipengaruhi oleh islam mulai dari kepercayaan, adat istiadat serta berbagai macam perayaan yang diwarnai dengan unsure-unsur islam.

Kajian terdahulu

Batasan masalah
Dalam makalah ini penulis memberikan batasan-batasan masalah yang akan dibahas dalam bab selanjutnya untuk memberikan penekanan dan lebih spesifik terhadap materi yang menjadi kajian. Oleh karena itu batasan masalah dalam makalah ini adalah tentang tradisi-tradisi suku banjar, suku Kutai, suku dayak dan suku bajau dalam merayakan hari-hari besar islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Maulid, Isra’ Mi’raj dan lainnya.
Pembahasan
A. Suku Banjar
1. Sejarah suku banjar
Djoko Pramono menyatakan bahwa suku Banjar berasal dari suku Orang Laut yang menetap di Kalimantan Selatan . Mitologi Dayak Meratus (Dayak Bukit) menyatakan bahwa Suku Banjar dan Suku Bukit merupakan keturunan dari dua kakak beradik yaitu Si Ayuh (Sandayuhan) yang menurunkan suku Bukit dan Bambang Basiwara yang menurunkan suku Banjar .
Suku bangsa Banjar diduga berasal mula dari penduduk asal Sumatera atau daerah sekitarnya, yang membangun tanah air baru di kawasan Tanah Banjar (sekarang wilayah provinsi Kalimantan Selatan) sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu. Setelah berlalu masa yang lama sekali akhirnya,–setelah bercampur dengan penduduk yang lebih asli, yang biasa dinamakan sebagai suku Dayak, dan dengan imigran-imigran yang berdatangan belakangan–terbentuklah setidak-tidaknya tiga subsuku, yaitu (Banjar) Pahuluan, (Banjar) Batang Banyu, dan Banjar (Kuala).
Banjar Pahuluan pada asasnya adalalah penduduk daerah lembah-lembah sungai (cabang sungai Negara) yang berhulu ke pegunungan Meratus.
Banjar Batang Banyu mendiami lembah sungai Negara, sedangkan orang Banjar Kuala mendiami sekitar Banjarmasin danMartapura. Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang pada asasnya adalah bahasa Melayu Sumatera atau sekitarnya, yang di dalamnya terdapat banyak kosa kata asal Dayak dan Jawa. Nama Banjar diperoleh karena mereka dahulu (sebelum kesultanan Banjar dihapuskan pada tahun 1860) adalah warga Kesultanan Banjarmasin atau disingkat Banjar, sesuai dengan nama ibukotanya pada mula berdirinya. Ketika ibukota dipindahkan ke arah pedalaman (terakhir di Martapura), nama tersebut nampaknya sudah baku atau tidak berubah lagi .
Sejak abad ke-19, suku Banjar migrasi ke pantai timur Sumatera dan Malaysia, tetapi di Malaysia Barat, suku Banjar digolongkan ke dalam suku Melayu, hanya di Tawau (Sabah, Malaysia Timur) yang masih menyebut diriya suku Banjar. Di Singapura, suku Banjar sudah luluh ke dalam suku Melayu. Sensus tahun 1930, menunjukkan banyaknya suku Banjar di luar Kalsel, tetapi sensus tahun 2000 terlihat jumlahnya mengalami penurunan.
2. Tradisi perayaan hari-hari besar islam suku banjar
Beberapa perayaan islam yang dirayakan oleh suku banjar yakni sebagai berikut :
a. Tradisi Baayun yang biasa di gelar pada bulan Maulid atau bulan Rabiul Awal merupakan tradisi turun temurun masyarakat pemeluk agama Islam di Kalimantan Selatan. Tradisi berisi pembacaan doa shalawat sambil mengayun anak dalam ayunan ini sudah berlangsung ratusan tahun lamanya dan terkait dengan kepercayaan masyarakat adat Dayak pegunungan Meratus.
b. Batamat Al Qura'an merupakan salah satu tradisi agamis yang dilaksanakan ketika seseorang telah mengkhatamkan membaca Al Qur’an. tradisi batamat Al Qur’an biasanya dilaksanakan pada saat merayakan Hari Raya Iedul Fitri atau Iedul Adha. Lazimnya dilaksanakan pada hari raya tiga hari atau empat hari (hari ketiga atau keempat lebaran). Yang unik dalam perayaan ini adalah pakaian yang dipergunakan serta balai (miniatur Masjid) yang diarak-arak menuju masjid dan didalamnya diberi beberapa makanan yang akan diperebutkan oleh pengunjung/ masyarakat.
c. Maulid Basih didesa Ampukung. Perayaan ini dilakukan setiap bulan mauled. Perayaannya mirip silahturahmi seluruh keluarga/masyarakat pada saat lebaran yakni saling berkunjung kerumah-rumah.
d. Badapatan sebuah tradisi pertemuan/silahturahmi para keturunan raja pada saat lebaran. Badapatan ditandai dengan mengunjungi makam-makan raja-raja seperti Pangeran Suriansyah dsb.
B. Suku Kutai
1. Sejarah suku Kutai
Suku Kutai adalah suku asli yang mendiami wilayah Kalimantan Timur. Suku Kutai berdasarkan jenisnya adalah termasuk suku melayu tua sebagaimana suku-suku dayak di Kalimantan Timur. Diperkirakan suku Kutai masih serumpun dengan suku dayak, khususnya dayak rumpun ot-danum. Oleh karena itu secara fisik suku Kutai mirip dengan suku dayak rumpun ot-danum. Dan adat-istiadat lama suku Kutai banyak kesamaan dengan adat-istiadat suku dayak rumpun ot-danum (khususnya tunjung-benuaq) misalnya; Erau (upacara adat yang paling meriah), Belian (upacara tarian penyembuhan penyakit), memang, dan mantra-mantra serta ilmu gaib seperti; parang maya, panah terong, polong, racun gangsa, perakut, peloros, dan lain-lain. Dimana adat-adat tersebut dimiliki oleh suku Kutai dan suku dayak .
Pada awalnya Kutai bukanlah nama suku, akan tetapi nama tempat/wilayah dan nama Kerajaan. Kemudian lambat laun Kutai menjadi nama suku. Nama Kutai berawal dari nama Kerajaan Kutai Martadipura di Muara Kaman, sebenarnya nama kerajaan ini awalnya disebut Queitaire (Kutai) oleh Pendatang dan Pedagang awal abad masehi yang datang dari India selatan yang artinya Belantara dan Ibukota Kerajaannya bernama Maradavure (Martapura) berada di Pulau Naladwipa dan letaknya di tepi Sungai Mahakam di seberang Persimpangan Sungai Kanan Mudik Mahakam yakni Sungai Kedang Rantau asal nama Kota Muara Kaman sekarang.
Dalam berita Campa atau Cina disebut Kho-Thay artinya Kota Besar atau Bandar Kerajaan Besar. Jadi sebutan Kutai awalnya berasal dari berita India adalah Queitaire artinya Belantara dan Barulah kemudian dalam bahasa melayu di sebut “Kutai” (berdasarkan dialek melayu) .
2. Tradisi perayaan hari-hari besar islam suku Kutai
Dalam hal merayakan hari-hari besar islam masyarakat suku kutai membaur dengan masyarakat lainnya dan hal ini karena dipengaruhi oleh membaurnya masyarakat dengan masyarakat lainnya seperti pendatang sehingga tidak diketemukan perbedaan yang signifikan dalam merayakannya. Perayaan yang dilakukan masyarakat kutai secara umum dilaksanakan seperti biasanya tanpa melalui acara yang diwarnai adat terdahulu walaupun dahulu terdapat kerajaan kutai akan tetapi dalam penerapannya tidaklah berbeda.
C. Suku Dayak
1. Sejarah suku Dayak
Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka .
Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar, seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan perbukitan di seluruh daerah Kalimantan.
Mereka menyebut dirinya dengan kelompok yang berasal dari suatu daerah berdasarkan nama sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya. Misalnya suku Iban asal katanya dari ivan (dalam bahasa kayan, ivan = pengembara) demikian juga menurut sumber yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar, daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) dan kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe) berasal dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk, Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain, yang mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri.
Kata Dayak berasal dari kata “Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat khususnya, (walaupun kini banyak masyarakat Dayak yang telah bermukim di kota kabupaten dan propinsi) yang mempunyai kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya.
Propinsi Kalimantan Barat mempunyai keunikan tersendiri terhadap proses alkurturasi cultural atau perpindahan suatu kultur religius bagi masyarakat setempat. Dalam hal ini proses tersebut sangat berkaitan erat dengan dua suku terbesar di Kalimantan Barat yaitu Dayak, Melayu dan Tiongkok. Pada mulanya Bangsa Dayak mendiami pesisir Kalimantan Barat, hidup dengan tradisi dan budayanya masing-masing, kemudian datanglah pedagang dari gujarab beragama Islam (Arab Melayu) dengan tujuan jual-beli barang-barang dari dan kepada masyarakat Dayak, kemudian karena seringnya mereka berinteraksi, bolak-balik mengambil dan mengantar barang-barang dagangan dari dan ke Selat Malaka (merupakan sentral dagang di masa lalu), menyebabkan mereka berkeinginan menetap di daerah baru yang mempunyai potensi dagang yang besar bagi keuntungan mereka.
Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Dayak ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi jual beli barang kebutuhan, dan interaksi cultural, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, di kunjungi masyarakat lokal (Dayak) dan pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka. Di masa itu system religi masyarakat Dayak mulai terpengaruh dan dipengaruhi oleh para pedagang Melayu yang telah mengenal pengetahuan, pendidikan dan agama Islam dari luar Kalimantan. Karena hubungan yang harmonis terjalin baik, maka masyarakat lokal atau Dayak, ada yang menaruh simpati kepada pedagang Gujarat tersebut yang lambat laun terpengaruh, maka agama Islam diterima dan dikenal pada tahun 1550 M di Kerajaan Tanjung Pura pada penerintahan Giri Kusuma yang merupakan kerajan melayu dan lambat laun mulai menyebar di Kalimantan Barat.
masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya, mereka percaya setiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya, yang mereka sebut: Jubata, Petara, Ala Taala, Penompa dan lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka masih mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya: Puyang Gana ( Dayak mualang) adalah penguasa tanah , Raja Juata (penguasa Air), Kama”Baba (penguasa Darat),Jobata,Apet Kuyan'gh (Dayak Mali) dan lain-lain. Bagi mereka yang masih memegang teguh kepercayaan dinamisme nya dan budaya aslinya nya, mereka memisahkan diri masuk semakin jauh kepedalaman.
2. Tradisi perayaan hari-hari besar islam suku Dayak
Suku dayak pada mulanya penganut animisme/dinamisme dan kemudian setelah berinteraksi dengan masyarakat lainnya mereka mendapatkan sebuah gambaran baru tentang agama/kepercayaan. Perayaan yang mereka lakukan tidak jauh berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Akan tetapi di daerah-daerah tertentu terdapat beberapa hal yang khas dalam merayakan hari besar islam seperti :
a. Perang meriam karbit di pinggir sungai Kapuas yang dilaksanakan pada saat jelang lebaran hingga pada saat takbiran. Ini merupakan tradisi yang diilhami dengan awal mula lahirnya kota Pontianak.
b. Tradisi Nanggok atau berbagi uang bagi orang yang berkecukupan kepada orang lainnya. Istilah ini sebenarnya banyak dilakukan oleh masyarakat pada umumnya pada saat lebaran.
D. Suku Bajau
1. Sejarah suku Bajau.
Pulau kalimantan bagian timur Rumpun Bangsa moro bernama Suku Bajau : Berau Suku Bajau adalah suku bangsa yang tanah asalnya Kepulauan Sulu, Filipina Selatan. Suku ini merupakan suku nomaden yang hidup di atas laut, sehingga disebut gipsi laut. Suku Bajau menggunakan bahasa Sama-Bajau. Suku Bajau sejak ratusan tahun yang lalu sudah menyebar ke negeri Sabah dan berbagai wilayah Indonesia. Suku Bajau juga merupakan anak negeri di Sabah. Suku-suku di Kalimantan diperkirakan bermigrasi dari arah utara (Filipina) pada zaman prasejarah. Suku Bajau yang Muslim ini merupakan gelombang terakhir migrasi dari arah utara Kalimantan yang memasuki pesisir Kalimantan Timur hingga Kalimantan Selatan dan menduduki pulau-pulau sekitarnya, lebih dahulu daripada kedatangan suku-suku Muslim dari rumpun Bugis yaitu suku Bugis, suku Makassar, suku Mandar .
Wilayah yang terdapat suku Bajau, antara lain :
- Kalimantan Timur (Berau, Bontang, dan lain-lain)
- Kalimantan Selatan (Kota Baru) disebut orang Bajau Rampa Kapis
- Sulawesi Selatan (Selayar)
- Sulawesi Tenggara
- Nusa Tenggara Barat
- Nusa Tenggara Timur (pulau Komodo) dan lainnya
2. Tradisi perayaan hari-hari besar islam suku bajau.
Terdapat kesamaan dengan masyarakat pada umumnya meskipun dalam hal adat istiadatnya tersendiri akan tetapi dalam merayakan hari-hari besar islam ini mereka melakukannya sesuai dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya.
E. Kaum pendatang.
kaum pendatang ini diidentifikasikan sebagai suku jawa, suku bugis serta suku-suku lainnya yang awal kedatangannya karena beberapa alasan seperti program pemerintah Transmigrasi, karena ingin mencari penghidupan yang layak dan lain sebagainya. Kaum pendatang inipun membawa kebudayaan mereka tersebut kedaerah Kalimantan sehingga perayaan dalam menyambut hari-hari besar islam dengan ciri khas masing-masing. Akan tetapi secara keseluruhan semua itu dilaksanakan dengan bersama-sama dengan suku yang lainnya sehingga hal ini menjalin tali silahturahmi yang kuat sebagai umat islam.




Kesimpulan
Perayaan yang dilakukan oleh suku-suku yang ada dikalimantan ini merupakan sebuah gambaran yang mencerminkan bahwa islam bisa mewarnai kebudayaan yang ada. Islam merupakan agama yang universal yang mampu diterjemahkan beragam oleh berbagai suku bangsa yang tentu saja dalam koridor nilai-nilai islam atau tidak menyalahi. Hal ini yang membuat islam tidak langsung terbentur oleh kebudayaan awal sebelum islam.
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perayaan yang dilaksanakan oleh sebagian besar penduduk Kalimantan ini sesuai dengan syariat yang tidak menyalahi nilai-nilai keislaman karena semua itu dilakukan dengan niat meningkatkan ibadah dan takwa serta setiap hari-hari yang istimewa dalam islam itu dijadikan ajang berkumpul dan bersilaturahmi dengan sesame muslim menurut adat dan kebudayaannya itu.
Referensi
Yusriadi, Penyebaran Islam di Sungai Embau, Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Khatulistiwa Journal of Islamic Studies, Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat STAINPontianak, 2005
Nur Syam, “Islam Pesisir’ (Jogyakarta: LKIS, 2005)
Prof.Dr. Ahmad Shalaby. (2001).Kehidupan sosial dalam pemikiran islam. Bandung. Penerbit Amzah
Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad.(2001). Pengembangan Masyarakat Islam: Dari Ideology, Strategi, Sampai Tradisi. Bandung. Rosdakarya.