MENU

Senin, 04 Juli 2011

berlibur ke Malang



Kapal Dagang Pulau pelangi secara perlahan meninggalkan Dermaga Gurimbang membawa beratus-ratus kubik kayu yang telah diolah menjadi papan dan juga beberapa penumpang yang ikut numpang dengan biaya seikhlasnya untuk bisa ke Surabaya tempat berlabuh kapal ini. Biaya menumpang kapal ini memang Cuma seikhlasnya saja karena tidak ada asuransi, tidak memberikan beban yang berarti dan juga hanya orang-orang kampung dan lagipula ini sebagai sedikit ucapan terima kasih karena telah di ijinkan mengambil kayu-kayu dari hutan hujan tropisnya berau.
Telah 3 tahun lamanya aku dan keluargaku berada ditanah Borneo (Kalimantan) dan bermaksud agar aku tidak lupa dengan tanah kelahiranku maka orang tuaku memberikan hadiah kenaikan kelas 3 SD berlibur ke Malang, kabupaten yang bertepatan dengan tahun lahirku mendirikan sebuah klub sepak bola bernama Arema Malang klub sepakbola yang menjadi juara liga Indonesia beberapa kali. Tidak sekeluarga memang karena dari jumlah populasi 7 orang telah terpilih aku, Alfan dan ibuku yang menjadi sampel untuk mewakili keluarga ke Malang. Pada saat hari keberangkatan aku menangis hebat saat oleh kakakku Sulkhan ditahan untuk tidak boleh pergi ke jawa, walau itu hanya gurauan namun aku menganggapnya serius.
Tidak banyak bekal yang kami bawa diperjalanan, kami mungkin hanya beberapa minggu saja di Malang namun ada beberapa tetangga yang menangisi kepergian kami seperti Budhe istrinya mbah mo, Mbak Supiyah ibunya Tita dan beberapa yang tetangga lainnya. Itulah bedanya orang di kota dengan di kampung, rasa kekeluargaannya masih sangat kental dan tentu walaupun mereka tidak sadar telah menjalankan amanat dari Al Qur’an surah An Nisa ayat 36-38 :

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً
“ Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh , dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri ”( QS. An Nisa : 36-38).
Aku, ibuku dan kakakku Alfan di antar oleh ayah dan kakaku yang lain dengan menggunakan sepeda ontel menuju ke kampung Bebanir yang berjarak 3 km dan berhenti di sebuah dermaga kecil didepan sebuah tempat penggilingan padi milik pak Jaiyen( huruf e dibaca seperti membaca kata tape atau tempe). Dari situ kami menaiki ketinting membelah sungai bangun yang dikelilingi hutan lebat selama setengah jam dan kemudian di ujung mendapati sungai besar, ketinting berjalan perlahan untuk mengimbangi ombak yang rada tinggi itu menuju ke dermaga Gurimbang. Aku meringkik didekapan ibuku, tak ingin aku terulangi peristiwa keberangkatan kami dulu saat KM Kalebi yang dihantam gelombang besar di perairan masalembu.
Lesanpuro adalah tempatku tinggalku dulu sebelum transmigrasi, sebuah kelurahan yang berada dibawah naungan kecamatan kedungkandang. 3 tahun namun aku masih mengingatnya, pohon nangka di depan Surau dekat rumahku masih tegap berdiri, pabrik makanan ringan milik seorang saudagar Cina bernama tacik juga masih dipenuhi banyak buruh, juga masih ku ingat rumah bude Hindun yang nyelinap di dalam gang depan masjid, dan  jalanan berbatu bulat besar juga masih ada belum diaspal lagipula jalan ini sangat tepat sekali untuk penderita reumatik.
Dan ketika di Malang inilah kakakku Alfan di khitankan secara mendadak karena lek Jufrie suaminya bude Hindun menyuruh ibuku untuk mengkhitankan Alfan di Pesantren Mambaul Ulum salah satu pesantren yang di dirikan oleh Kyai Yasin suami dari sepupu ibuku. Menurut lek Jufrie khitanan yang diadakan rutin setiap tahun itu memberikan berkah untuk Alfan karena pada tahun itu teman-teman kyai Yasin yang dari Arab berkunjung ke pesantren jadi pasti anak-anak yang khitanan dapat banyak hadiah. Akhirnya setelah dibujuk dengan berbagai macam bujukan kakakku mau menurutinya. Khitan gratis dan dapat hadiah.
“ Apang, itu gimana sih maunya? Ga mau rizki yo?” Gerutu lek Jufrie di rumah seusai mengurus acara khitanan massal di pesantren. Aku mengernyitkan dahi ga mengerti apa yang dibicarakan dia. Kulihat bude Hindun dan ibuku Cuma tersenyum aja meladeni lek Jufrie yang lagi menggerutu. Oh ya Alfan itu panggilannya Apang karena konon pada zaman dahulu hehehe saat bayi kulitnya putih plus rada sipit-sipit gitu jadi dibilang mirip anak Jepang, Keceng itu nama panggilan kakakku Sokheh karena badannya kerempeng mana keren ( hehehe ingat iklan WRP buat gedein badan), aku sendiri di panggil Asmuni karena saat kecil sering sakit, untung nama itu ga dipermanenkan di akte kelahiran karena aku baru tahu itu adalah nama pelawak yang punya cirri khas kumis nyempil dikit persis punyanya Hitler n Chaplin. Tapi kemungkinan juga dengan nama itu aku bisa membuat bahagia dan senang orang-orang yang ada disekitarku buktinya keluargaku jika berkumpul semua aku sering jadi lakon utama yang membuat tawa terbahak seluruh keluarga. Keluarga bahagia singkatnya.
Di Malang kami bersilaturahmi dengan keluarga-keluarga ibuku termasuk adik ibu yakni bude Kholifah. Di tempat bude khol aku manggilnya sangat indah sekali, rumahnya sederhana seperti lainnya, tempat mandinya itu lho yang keren karena di tempatnya itu ada sungai jernih dipenuhi batu padas cocok untuk arung jeram. Mandinya di”belik” sebuah bamboo dibelah menjadi dua yang di gunakan untuk menampung air dari sebuah mata air dan aku selalu mandi dibawahnya. Untuk mencapai sungai itu kita harus menuruni sekitar 30 anak tangga yang cukup miring hasil bikinan jepang bilang kelik anaknya bude khol dan setelah menuruni anak tangga beton kita menyeberangi sungai buatan melalui jembatan kemudian turun melalui bebatuan yang dikelilingi rindangnya bambu dan akhirnya mendapati sungai yang kuceritakan tadi.
Hanya sehari di tempat bude khol aku sudah sangat betah sekali. memang waktu itu aku baru naik kelas 3 namun rupanya hati ini sudah tertambat oleh senyuman seorang anak perempuan yang sebaya denganku, namanya Yeni gadis ayu pujaan hati anak tetangganya bude khol .hehehe. bermain bersama-sama kelik dan Yeni aku sangat puas sekali. aku ingin terlihat hebat dihadapannya Yeni hingga tak jarang aku kerap menirukan sosok Super One, jika yang suka Kamen Rider maka inilah salah satu kamen rider yang tayang pada tahun 1996 di Tv tempat bude khol dari jenis pahlawan pembasmi kebenaran itu. Kamen rider yang pertama itu muncul pada tahun 1971 jadi kamen rider yang sekarang ini mungkin cucunya. Kamen rider itu artinya ksatria bertopeng, dan hampir semuanya berubah menjadi seperti hewan serangga. Tentu ini beda dengan ksatria bertopeng ala Sinchan itu.  Yahh yang jelas aku sering memperagakan gaya berubahnya Super one di hadapan Yeni dan dia tertawa terbahak-bahak, hmmm agaknya nama Asmuni itu bertuah padaku. Aku tidak punya banyak kisah ketika di Malang karena memang tidak pernah jalan-jalan dan yeni sudah membuatku betah sekali untuk bermain sepanjang hari sambil menceritakan kampungku di berau. Kelik dan yeni tertegun dengan ceritaku tentang Berau, rumah-rumah lucu beserta anak rumah dibelakang yang ternyata adalah kakus, teman-teman baruku yang kebanyakan orang trenggalek yang bahasanya agak lucu di telingaku, bertemu dengan orang timor yang mayoritas berambut kriwil dan hitam legam. Pokoknya mereka kagum saja mendengar ceritaku, padahal awalnya mereka takut dengan yang namanya tanah Kalimantan yang menurut mereka adalah tempat yang menakutkan dipenuhi hutan rimba yang berisi banyak binatang buas, ular besar, beruang dan macam-macam lagi.

Liburanku berakhir setelah aku, kakakku dan ibuku berkunjung ketempat bude naf di daerah Dampit. Di perjalanan pulang menuju pelabuhan tanjung perak, Surabaya aku masih sempat melihat Gunung Semeru yang menjulang tinggi 3.676 diatas permukaan air laut dengan puncaknya bernama puncak mahameru.
Masih kuingat sejarah Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuna Tantu Pagelaran yang berasal dari abad ke-15, pada dahulu kala Pulau Jawa mengambang di lautan luas, terombang-ambing dan senantiasa berguncang. Para Dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa. Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu dipunggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman. Dewa-Dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau Jawa. Ketika gunung Meru dibawa ke timur, serpihan gunung Meru yang tercecer menciptakan jajaran pegunungan di pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur. Akan tetapi ketika puncak Meru dipindahkan ke timur, pulau Jawa masih tetap miring, sehingga para dewa memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya di bagian barat laut. Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Pananggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang Siwa datang ke pulau jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa. Namun ini Cuma mitos  bin dongeng.

Lamunanku terhenti ketika mobil angkot yang membawa kami telah sampai di depan gerbang pelabuhan tanjung perak, Surabaya. Kami naik kapal Tidar dan ini benar-benar kapal penumpang berbeda jauh dengan ketika kami berangkat saat naik kapal Pulau pelangi yang tidurnya pun harus diatas tumpukan papan-papan beralaskan terpal. Naik KM Tidar ini merupakan hal menyenangkan. Kapasitas penumpangnya saja 2332, umurnya sama denganku karena dirakit pada tahun 1987, yang rancang orang jerman bernama Josh L Meyer, dan aku termasuk dari 1904 penumpang yang membeli tiket kelas ekonomi. KM. Tidar besar sekali dan mirip kapal Titanic yang melegenda itu namun aku tidak mau kapal ini bernasib sama.  Perjalanan menuju Kalimantan memakan waktu yang lama yakni 4 hari dan kapal ini singgah dibeberapa pelabuhan seperti pelabuhan Ujung Pandang  Makassar, Pelabuhan Semayang Balikpapan dan terakhir adalah pelabuhan Tarakan. Di Tarakan kami kemudian menaiki sebuah perahu kecil yang berisi 20 orang untuk menuju ke Berau. Malam kami baru sampai di pelabuhan Tanjung Redeb dan terlihat ayah dan  2 kakakku Sokheh dan Sonhaji melambaikan tangannya diatas sepeda Ontel. Yaa mereka menjemput kami menggunakan sepeda ontel. Karena kelelahan ibuku lebih memilih untuk naik taksi yang dibayar agak mahal agar bisa sampai dirumah dengan cepat. Ayah dan kedua kakakku menaiki sepeda ontelnya dengan tertawa riang menyambut kami. 15 menit setelah kami benar-benar telah sampai di depan rumah mereka bertiga dengan baju basah keringat muncul dengan nafas terengah-engah. Aku bahagia telah sampai di rumahku sendiri dan kurogoh saku belakangku yang agak kepenuhan oleh uang saku yang diberikan saudara-saudara di Malang. Senyumku membuncah namun hanya sebentar sebelum kakakku Sulkhan dengan cepat menyabet uangku dan berlari meninggalkan aku yang sontak menahan airmata yang langsung banjir dibarengi tangisan. Kulemparkan semua yang ada didekatku kearah kak Sulkhan dan parahnya aku tidak sadar terlanjur melemparkan dompet yang turut kupegang. “ Yihaaaa akhirnya aku dapat lagi!!!” pekiknya dan itulah aku yang menangis diawal keberangkatan dan diakhir kepulangan dari Jawa. Tapi satu hal yang kutekankan pada anda semua dan aku sendiri yakni jika kita lahir diawali dengan tangisan dan senyuman bahagia dari orang tua maka kelak saat meninggal harus dan wajib dengan senyuman kebahagiaan yang kita rasakan dengan wangi semerbak Khusnul Khatimah.Amin.