MENU

Jumat, 23 Maret 2012

Ar Rahman....


"fabiayyi ala i rabbikuma tukadziban" 
(Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?)
Ini ada disurah Ar Rahman. Pengulangan ayat diatas berjumlah 31 kali.
Surat ar-Rahman adalah surat yang memuat makna yang amat tinggi dari Allah. Setelah Allah menguraikan beberapa nikmat yang dianugerahkan kepada kita, Allah bertanya: "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"
Menarik untuk diperhatikan bahwa Allah menggunakan kata "dusta"; bukan kata "ingkari", "tolak" dan kata sejenisnya. Seakan-akan Allah ingin menunjukkan bahwa nikmat yang Allah berikan kepada manusia itu tidak bisa diingkari keberadaannya oleh manusia. Yang bisa dilakukan oleh manusia adalah mendustakannya. 
Dusta berarti menyembunyikan kebenaran. Manusia sebenarnya tahu bahwa mereka telah diberi nikmat oleh Allah, tapi mereka menyembunyikan kebenaran itu; mereka mendustakannya!
Bukankah kalau kita mendapat uang yang banyak, kita katakan bahwa itu akibat kerja keras kita, kalau kita berhasil menggondol gelar Sarjana, Master, Doktor atau profesor itu dikarenakan kemampuan otak kita yang cerdas, kalau kita mendapat proyek maka kita katakan bahwa itulah akibat kita pandai melakukan terobosan dan lobby. Pendek kata, semua nikmat yang kita peroleh seakan-akan hanya karena usaha kita saja. Tanpa sadar kita lupakan peranan Allah, kita sepelekan kehadiran Allah pada semua keberhasilan kita dan kita dustakan bahwa sesungguhnya nikmat itu semuanya datang dari Allah.
Maka nikmat Tuhan yang mana lagi yang kita dustakan! kita telah bergelimang kenikmatan, telah mempunyai banyak hal, telah banyak penghargaan, kini ingatlah berapa banyak nikmat yang kita dustakan. Yang pasti apa yang kita peroleh itu akan dipertanggung jawabkan kelak.
Tsumma latussalunna yaumaidzin ‘aninna’im "Sungguh kamu pasti akan ditanya pada hari itu akan nikmat yang kamu peroleh saat ini" ( QS 102:8 ).
Jika kita disuruh menghitung nikmat yang ada tentu kita tidak akan mampu untuk menghitungnya seperti yang tertera di surah An Nahl 18. Mulailah dengan mengucapkan Alhamdulillah untuk segala nikmat yang ada.

Senin, 19 Maret 2012

Si Ujang kuliah di Jakarta


Kini, banyak orang desa yang mengirimkan anak-anaknya kuliah di kota besar. Namun kisah menggelitik seputar keluguan orang desa dalam memahami dinamika kampus dan mahasiswa kerap kali muncul. Berikut sepenggal kisah tersebut.
Ujang kini adalah mahasiswa semester 1 yang baru saja duduk di bangku Universitas ternama di Jakarta mengirimkan surat kepada kedua orang tuanya di desa nun jauh di pelosok pedalaman Kalimantan. Begini isi suratnya: 
“Bapak dan Ibu, alhamdulillah, saat ini Ujang sudah mulai kuliah di Jakarta. Kuliahnya dari pagi sampai siang. Teman-temanku di sini baik-baik, malah banyak juga yang berasal dari daerah. Ujang juga sudah kost, biayanya agak mahal 250 ribu per bulan. Oh ya, Bapak dan Ibu, nilai Ujang semester 1 ini sudah keluar, yaitu 3,5. Doakan saya semoga kerasan tinggal di Jakarta” 
Sebulan kemudian, Ujang tersebut menerima balasan tersebut ; 
“Anakku Ujang, alhamdulillah kamu sudah mulai kuliah. Kami berdua mengharapkan kau cepat lulus dan membantu menyekolahkan adik-adikmu. Mohon maaf bila bulan depan uang kiriman kami agak telat, soalnya harga gabah sedang turun, kata orang-orang desa akibat import beras sih”. 
“Cuma kami agak sedikit kecewa melihat nilai kamu. Di ibtidaiyah, tsanawiyah hingga aliyah, nilai kamu kan tidak pernah di bawah 7, malah sering 8 dan 9. Kok sekarang cuma 3,5? Ayo nak, rajin-rajinlah belajar” 
“Jangan-jangan ini karena kamu ndak fokus ke kuliahmu ya? Mungkin karena kamu ikut-ikutan kost yang bayarnya mahal itu? Makanya nak, jangan dilakoni semua, kalo mau kuliah ya kuliah, kost ya kost, jangan dua-duanya” 
Salam sayang Bapak dan Ibu.
Ujang bengong membaca surat balasannya. 
Diketik ulang dari sebuah cerita lucu kyai Rembang.

ISLAM KTP tobat !!


Banyaknya kejadian dan bencana yang menimpa dunia di akhir zaman ini membuat banyak manusia yang bertobat.  Salah seorang diantaranya adalah Pak Sumarto yang biasa dipanggil pak Smart.  Pak Smart ini yang dulu hanya islam KTP pun kini giat belajar agama Islam dari para kyai dan ustadz dikampung.  Banyak sekali ajaran Islam yang dia pelajari, salah satunya tentang kewajiban menjawab salam dari sesama muslim.  Perintah untuk menjawab salam ini ia hayati betul sebagai salah keagungan ajaran Islam yang menekankan hablum minannaas selain hablum minaLlah. Yaitu membina hubungan baik antar sesama muslim.
Malam itu, Pak Smart untuk pertama kalinya dalam sejarah (hehe) menunaikan shalat isya secara berjamaah.  Ia sangat khusyuk mengikuti gerakan-gerakan shalat dari sang Imam yang ketika itu adalah pak Pon.  Setelah tahhiyat pada rakaat terakhir, pak Pon selaku imam pun mengakhiri shalatnya dengan membaca salam, "Assalamualaikum WarahmatuLlahi Wabarakatuh".   
Dengan spontan pak Smart pun menjawab salam dengan lantang, "Wa'alaikumussalam WarahmatuLlahi Wabarakatuh". Sontak usai sholat seluruh jamaah melirik ke pak Smart yang langsung tersenyum dan menyalami mereka satu persatu. Di belakang, kelompok Geng percil dibarisan belakang tersenyum – senyum geli melihat sikap pak Smart. 

GAMBAR ORANG BERIMAN



Ketika si Ayub masih duduk di bangku SD, ia mendapat tugas kliping dari pak Supardjo untuk menempelkan gambar-gambar orang beribadah menurut agamanya masing-masing.
“Coba kalian kliping gambar atau foto orang yang sedang menjalankan ibadah sesuai agamanya masing-masing. Kumpulkan minggu depannya”, perintah Pak Supardjo kepada Ayub dan kawan-kawanny.
“ Ingat ya, gambar orang menurut agamanya masing-masing” Lanjut pak Supardjo.
Seminggu berlalu, rupanya si Ayub kelupaan akan tugasnya. Hari itu, pak Supardjo yang terkenal galak pun menyuruh murid-muridnya termasuk Ayub untuk meletakkan hasil kliping mereka diatas mejanya masing-masing. 
Si Ayub pun kelabakan. Segera ia mengambil pas foto dirinya dari tasnya, dan menempelkannya di selembar kertas dan memberikannya judul ”Tugas Kliping Gambar Orang Beribadah”. 
Pak Supardjo berjalan mengelilingi kelas dan memeriksa tugas murid-muridnya. Ketika sampai di meja Ayub, Pak Supardjo tersebut pun marah. “Apa maksudnya kamu menempel foto kamu sendiri di lembar tugas kliping ini?”, tanya Pak Supardjo dengan wajahnya yang sangar. 
Ayub yang polos itu pun dengan tenang menjawab, ”Ini gambar orang beribadah pak, ibadah puasa”, tandas Ayub menjelaskan bahwa itu foto ketika bulan puasa yang lalu. Semua teman-temannya meledak tawanya dan pak Supardjo melotot.

Membaca ala Kambing

 
Pak Mekir yang terkenal pelit marah dengan kata-kata Ucup yang meminta sumbangan seikhlasnya untuk membantuk biaya pembelian hewan Qurban. Akhirnya dengan geram dan dongkol dia terpaksa dia menyumbangkan seekor kambing dari puluhan kambing yang diternaknya. Ucup dan geng percil itu menerimanya dengan senang hati. Tetapi Pak Mekir berkata, "Kambing itu jangan disembelih dulu. Ajari dulu kambing itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya. Jika bisa membaca maka boleh kambing itu dijadikan hewan Qurban"

Ucup dan Geng percil berlalu dengan cekikikan melihat ketidak ikhlasan pak Mekir, dan dua minggu kemudian ia dan Geng percil kembali ke rumah pak Mekir. Tanpa banyak bicara, Pak Mekir menunjuk ke sebuah buku besar. Ucup menggiring kambing dari pak Mekir ke buku itu, dan membuka sampulnya.

Si kambing menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu, si kambing menatap Ucup. "Demikianlah," kata Ucup sambil menatap ke Pak Mekir yang terperangah,
"kambingku sudah bisa membaca.?" Pak Mekir mulai menginterogasi,
"Bagaimana caramu mengajari dia membaca ?"

Ucup berkisah,"Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan daun-daun segar di dalamnya. Kambing itu dipelajari membalik-balik halaman untuk bisa makan daun-daun segar itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar."
 "Tapi," tukas Pak Mekir tidak puas,
"Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya ?" lanjutnya.

Ucup menjawab,"Memang demikianlah cara kambing membaca; hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, berarti kita setolol kambing, bukan ?"

Pak Mekir melongo.



Aslinya kisah ini berasal dari Timur Tengah, namun untuk kepentingan yang baik dieditlah tanpa mengurangi makna dari kisahnya.

Minggu, 18 Maret 2012

Doa Azami


Kurang lebih seminggu yang lalu kang Asmu kedatangan tamu seorang teman pondok bernama Azami. Walau hanya sebagai santri kalong, Asmu berteman baik dengan beberapa santri pondok yang mukim (yang tinggal dipondok) dan salah satunya adalah Azami ini. Nah kebiasaan kang Asmu ketika di langgar adalah menceritakan perjalanan hidup orang-orang yang sukses dengan beberapa hikmah untuk bisa membuat geng percil (sebutan untuk anak-anak yang ngaji di langgar) merasa termotivasi dan menjadi pelajaran untuk mereka. Sekarang ini kisah Azami menjadi bahan yang akan diceritakan kepada geng percil.
Awal masuk pondok pesantren dulu Azami sangat berbeda dengan teman-teman lainnya. Ayahnya seorang petani sayur-sayuran dengan penghasilan tidak menentu. Ibunya pun hanya menjalani hari dengan menemani sang ayah bergelut di ladang yang dipinjam dari tetangga mereka. Sejak lulus SMP dia tidak melanjutkan pendidikannya. Tekadnya adalah membantu kedua orang tuanya untuk membiayai sekolah adik-adiknya yang berjumlah 3 orang. Dengan tenaga yang dipunyainya dia bantu ayahnya itu di ladang seharian penuh dengan semangat dan tanpa keluhan. Namun kerap hasil dari bertani sayur-sayuran itu mengalami kerugian, selain gagal panen juga sering mendapati harga yang jauh menurun drastis. Disela-sela kegiatan membantu orang tuanya ini Azami gemar juga membantu mengajar ngaji di Langgar yang tidak jauh dari rumahnya. Pak Karim ayahnya prihatin dengan Azami yang harus berhenti sekolahnya. Selalu menolak ketika dibujuk untuk sekolah karena Azami bertekad untuk membantu orang tuanya yang sangat kekurangan itu. Biarlah dia berpendidikan rendah asalkan adik-adiknya bisa sekolah tinggi, itu adalah alasannya.
Suatu hari dengan tergopoh-gopoh pak Karim memanggil Azami yang sedang membuat bedengan sayuran. Pesantren. Ya pesantren..itulah yang dikatakan oleh Pak Karim pada Azami saat memaksa agar masuk pesantren saja. Pak Karim tidak mau anak pertamanya ini menyerah pada keadaan.
" Kamu harus kepesantren Zam. Kami bisa tetap membiayai adikmu kok. tenang saja." kata Pak Karim menenangkan perasaan anaknya.
Setelah dibujuk akhirnya Azami mau menerima perintah orang tuanya itu dengan catatan hal itu tidak memberatkan dan tidak perlu mendapatkan kiriman dana. Cukup doa saja, pintanya.
Keadaan orang tuanya yang miskin dan adik-adiknya yang masih sekolah itu menjadi pemicu Azami untuk giat belajar dipondok.
Pondok Tahfiz Qur'an. Ya, Azami menjadi santri dipondok itu selama 3 Tahun dengan prestasi berbagai prestasi. Dengan kesungguhan dan tekad yang kuat dia berhasil menghafal seluruh Qur'an dalam kurun waktu 30 bulan tepatnya 2,6 tahun. Setiap tengah malam bersama teman-temannya dia sudah disibukkan dengan kegiatan mengulang hafalan dan mempertajam hafalan yang baru sebelum disetorkan sesudah subuh. Untuk biaya hidupnya itu tidak menjadi kendala karena prestasi menjadi juara di MTQ bahkan beberapa kali dia bisa mengirim sebagian rizkinya itu untuk orang tuanya.
Kini Azami telah meninggalkan pondok dan menjadi imam masjid disebuah kampung pedalaman. Dia dipilih menggantikan Kang Asmu yang menolak tawaran itu karena lebih memilih membangun kampung halamannya sendiri. Azami masih muda, selama di Pondok dia juga sekolah di madrasah Aliyah. Lagipula tugasnya menjadi imam ini tidak lama hanya setahun karena dia mendapatkan beasiswa kuliah di Timur Tengah untuk tahun berikutnya. Dia juga tidak lagi khawatir dengan keluarganya yang kini bisa mencukupi kehidupannya berkat hasil pertanian dan ternak ayam yang modalnya dari Azami.
Seminggu yang lalu, Azami datang bertamu ketempat Kang Asmu untuk bersilaturahmi sambil pamitan untuk melanjutkan pendidikannya di Timur tengah. Selamat berjuang kawan.