MENU

Minggu, 10 Juni 2012

Suka Karena Sering Disebut (Part One)


" Barangsiapa yang suka menyebutnya maka artinya dia itu yang aslinya menyukai "Entah itu kalimat itu berasal dari mana asalnya kata bijak itu yang pasti adalah ucapan itu yang muncul dari Bu Lena Sade, guru kelas 3 SD kang Asmu dulu ketika mendengar banyak sekali anak-anak yang suka mengejek temannya yang lain. Disekolah dulu yang kerap menjadi bahan olokan adalah Emi, seorang gadis cilik yang rambutnya selalu berantakan berminyak orang aring yang mengkilap,  hidungnya kerap mengeluarkan ingus, serta yang paling membuat temannya semakin giat mengoloknya adalah penyakit telinga yang menimpanya. Cairan beraroma ga enak dan sedikit membuat nafsu makan hilang itu selalu tercium jika kita berada satu meter dari dirinya. Oleh karena itu dia selalu berbekal kapas untuk menutupinya.
Emi selalu dijadikan bahan olokan. Hampir semua anak laki-laki tidak mau berteman dengannya karena takut diejek teman lainnya dan sejak ucapan bu Lena Sade itu membahana seantero kelas yang mengejek pun sekarang cuek karena jika sampai dia menyebutkan namanya maka bersiaplah dia dianggap menyukai Emi. Wah jika begitu akibatnya adalah pamor langsung pudar dihadapan Yuni dan Trie dua gadis idola anak-anak se-SD dulu.
Entah apakah kata-kata sakti dari bu Lena itu benar atau tidak yang terjadi adalah aku selalu merasakan jika hal itu selalu tidak salah.
Pertama, Ipin sohib dekatku begitu khusyuk mendengarku menceritakan kehebatan dan kegandrunganku dengan seorang pemain sepakbola bernama Raul Gonzalez Blanco asal Spanyol setiap hari ketika usai main bal-balan (sepakbola) dilapangan bernama Kandang kebo hehe maklum usai main selalu tubuh kami berselimut lumpur.
kedua, Mamik seorang sahabat kecilku dulu seakan mau muntah saja ketika setiap bertemu denganku selalu kujejali dengan cerita-cerita kekagumanku kepada Armiah seorang gadis ayu yang tak lain adalah kakak kelasku di ESEMPE. Bayangkan saat ngaji aku selalu berusaha duduk didekatnya dan dia langsung berwajah pasrah karena ceritaku sama yakni tentang Armiah. Entah gadis berlesung pipit  itu sekarang sudah punya anak berapa.
Ketiga, aku juga kerap bercerita dengan Enor (namanya Nuruddin, aku memanggilnya Nur tapi karena lidah jawa jadilah Enor dan huruf E itu dibaca dengan lafal nomor empat..tau kan? pasti tau dong..) tentang keinginanku menjadi wartawan dan hasilnya aku memang gandrung menulis cerita sepakbola dengan tokoh utama tak lain dan tak bukan yaitu Raul Gonzalez Blanco. Tumpukan buku tulis yang berisi kisah sepakbola rasanya lebih banyak dari buku pelajaran buat sekolah. Entah dimana keberadaan buku-buku itu, terakhir kulihat dimasukkan kekarung dan beberapa hari kemudian karung itu tidak ada. Aku tidak heran ketika berjalan dibelakang rumah ada tumpukan abu. Hahhhh!!! Bukuku lebur...
Keempat, Saat ESDE aku juga selalu menceritakan kepada ibuku jika aku ingin menjadi penyebar agama Islam dan setelah itu aku menjadi tukang adzan tetap saat sholat dhuhur dipesantren yang pada hasilnya aku hanya bisa memanggil Kyai Tajuwid hasyim saja dan seorang gadis bernama Yuliana. Cuma dua orang setiap hari yang menjawab panggilan adzanku dipesantren. Maklumlah pesantren ini bukan untuk pesantren mukim tapi pesantren untuk para santri kalong.
Sebenarnya masih banyak sekali hal yang bertepatan dengan apa yang di ucapkan bu Lena tadi tapi nanti saja aku lanjutkan. Tunggu edisi kedua ya..!!! hehe jika mau menunggu.

Ibuku adalah idolaku


Namanya Siti Fatimah.
Lahir 10 tahun setelah suaminya lahir. Ya, dia selisih 10 tahun dengan suaminya sekarang. Masa kecilnya dihabiskan tidak seperti anak kecil lainnya yang dipenuhi dengan canda tawa dan bermain petak umpet dengan rekan-rekan sejawatnya. Sejak kecil dia sudah bekerja keras. Kondisi keluarga yang tidak bisa disebut mampu membuatnya harus menjadi pekerja. Meski sekolah hanya sampai kelas 3 SD namun dia bukanlah orang bodoh. Putus sekolah bukan karena tidak mampu otaknya namun keadaan perekonomian keluarga. Putus sekolah bukan berarti putus juga belajarnya, dia tetap mengaji agama. Kedua orang tuanya meninggal saat dia masih kecil.
Beranjak remaja dia tetap mampu menjadi mandiri, kakak-kakaknya yang kehidupannya serupa telah berkeluarga. Dia pun yang telah menjadi wanita yang menawan banyak menarik pemuda untuk menjadikan istri dan setelah itu akhirnya menikahlah dia dengan salah satu pemuda. Seiring dengan berjalannya waktu pernikahan yang telah menghasilkan satu buah hati seorang bayi perempuan itu akhirnya kandas dan memutuskan untuk berpisah.
Kehidupan terus berjalan, tidak ada waktu untuk bersedih hati. Dia harus bekerja menghidupi anaknya itu dengan menjadi buruh dipabrik bersama ribuan orang dengan penghasilan yang pas-pasan. Dengan predikat putus sekolah kelas 3 SD tentu tidak ada pilihan lain pekerjaan selain menjadi buruh. Setelah beberapa tahun sendiri bersama anak kecilnya akhirnya datang seorang lelaki melamarnya sebagai istri. Kehidupannya mulai berubah. Walau sang suami bekerja serabutan namun itu membuatnya lebih bisa mengurus anak-anaknya dengan penuh kasih sayang meskipun kehidupannya sederhana. Perasaan syukurnya selalu diwujudkan dengan menjadi istri yang berbakti kepada suami dan bertanggung jawab dengan anak-anaknya yang kini telah berjumlah 5 orang laki-laki.
Setiap malam selalu bertahajjud dengan doa-doa keselamatan untuk keluarga, kesuksesan untuk anak-anaknya, kebahagiaan dunia akhirat dan lainnya. Setiap saat adzan berkumandang selalu bergegas sholat 5 waktu.
Saat ini dia berada di kalimantan bersama suami dan anak-anaknya tercinta. Ditemani oleh cucu-cucu mungilnya mengisi hari tua bersama suami. Duduk diberanda rumah yang disulap oleh anak bungsunya menjadi rumah baca. Anak bungsu yang selalu dibanggakannya. Semua anaknya dibanggakan dan didoakannya. Bersama suami tercinta kini dia seakan sempurna.
" Mak.." sebuah suara mengagetkan lamunannya dan dia menoleh.
" Oh kamu to Asmu.." sambil tersenyum dia menyambut anak bungsunya itu dengan penuh kehangatan. Tak berapa lama sang suami datang membawa kantong plastik berisi buah salak yang diambil dikebun belakang rumah.
Bahagia itu adalah bersyukur.

Penasaran ala Opa Fergie...

Sepak bola itu permainan. Setiap permainan itu punya tujuan untuk menghibur. Hiburan itu adalah seni. seni itu adalah daya cipta yang indah. Keindahan itu adalah keadaan yang enak dilihat. Begitulah aliran sederhana tentang sepakbola. Ketika kehidupan ini datar-datar saja tanpa ada naik turunnya maka bisa dipastikan jiwa manusia akan memberontak. contohnya adalah kebosanan, kejenuhan bahkan ketidakmenarikan. Memang benar apa yang kita makan di Indonesia umumnya adalah nasi, dan pastinya tidak melulu nasi yang dimakan karena butuh bakso, mie atau makanan lainnya untuk menyelingi nasi yang merupakan makanan pokok. 
Sepakbola pun demikian. Keadaan yang diulang-ulang akan menimbulkan kejenuhan. Perlu adanya variasi dalam segala hal untuk bisa meningkatkan gairah dan semangat kembali. Sir Alex tentu sudah pensiun lama jika tidak muncul kehadiran Jose Mourinho yang kala itu melatih Porto tahun 2004 dan saat menang bersorak dihadapannya dan hasilnya kekesalan itu diwujudkan dengan tidak menjabat tangan kala pertandingan usai. Sir Alex seolah bangun dari kursi empuk kemenangan MU yang tiada banding kala itu. Awalnya kejenuhan karena gelar juara seolah selalu milik MU setiap tahun namun ketika Mourinho memutuskan untuk hijrah ke Chelsea muncullah keinginan gairah sang kakek Ferguson untuk berkompetisi lagi. Gaya Mourinho yang kontroversial menjadi stimulus baginya untuk membungkam anak muda bernama Mourinho itu. Terbukti selama 3 tahun Mourinho di Chelsea sang kakek seakan penasaran karena selalu dipecundangi oleh anak muda itu untuk kesekian kalinya. Belum habis masa penasaran kepada anak muda Mourinho itu sang kakek langsung dihadapkan pada munculnya generasi terbaik dalam diri klub Barcelona yang seolah tanpa cacat memainkan sepakbola.
Gembar gembor MU sebagai klub terbaik mulai terkikis habis oleh pesona klub Catalan itu belum lagi sang seteru bernama Real Madrid pun mulai menyeruak dengan permainan banjir gol itu. Sekali bertemu difinal Champions League langsung kakek seolah kembali duduk dibangku sekolah dan diajari kembali bagaimana  bermain sepak bola. Anak asuhannya kalah segalanya di Final, bahkan para pendukung MU distadion olimpico dan Wembley..dua kali kalah segalanya dari Barcelona membuat kakek selalu menunda keinginannya untuk pensiun hingga kini.
yah....itulah seni. Butuh kejutan dan keragaman dalam banyak hal. Biarlah kakek dengan penasarannya setiap tahun, biarlah Mourinho dengan ucapan-ucapannya, biarlah Guardiola dengan sensasinya dan biarlah itu berjalan seperti biasanya. 
Total Football berganti cattenacio trus berganti kick n rush dan sekarang dengan tiki takanya. Esok muncul lagi dengan generasi yang baru dengan penikmat baru dan penikmat lama dengan perbandingan-perbandingan versinya sendiri-sendiri. Nikmati sajalah sepakbola itu.
Indonesia....????
Nikmati sajalah wes, hehehe