MENU

Minggu, 21 Oktober 2012

Idul Adha dan cara memperingatinya



IBADAH QURBAN 
Memaknai makna yang terkandung di dalamnya.

Bacalah  firman Alloh SWT dalam Surah Al Hajj ayat 37, yang menerangkan bahwa daging dan darah hewan kurban tidak akan sampai kepada Alloh SWT karena yang sampai hanya ketakwaan para pelaku kurban yang bersangkutan, maka kesan pertama yang kita tangkap dari firman Alloh adalah ibadah kurban dengan menyembelih ini merupakan simbol ketakwaan dan loyalitas kepada Alloh. Karenanya melakukan ibadah kurban akan lebih bermakna apabila dibarengi dengan penghayatan terhadap pesan-pesan yang terkandung dalam ibadah itu. Meski ibadah kurban ini udah berumur tua sejak kurban antara Habil dan Qabil namun ibadah kurban ini adalah pelestarian ajaran yang pernah dilakukan Ibrahim As dan putranya Ismail As.

Perintah Alloh kepada Ibrahim agar beliau menyembelih putranya Nabi Ismail adalah sangat tidak masuk akal. Betapa tidak seorang ayah yang sudah berusia sekitar satu abad belum juga dikaruniai putra, begitu dikaruniai lalu diperintahkan untuk menyembelih putranya yang sangat disayanginya. Akal manusia mana yang dapat menerima perintah seperti ini ? karenanya upaya memahami pesan spriritual yang terkandung dalam perintah itu tidak dapat dilakukan melalui pendekatan akal. Jika dipaksakan maka hasilnya akan menyimpang dari kebenaran. Bahkan akan timbul tuduhan bahwa ayat itu perlu dipertimbangkan kembali karena tidak rasional.
Islam memang mendudukkan akal manusia dan menghargai perannya, sehingga banyak aturan-aturan dalam Islam yang sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia dan ini merupakan hubungan yang bersifat horizontal antar manusia, namun dipihak lain di dalam Islam juga terdapat aturan-aturan yang tidak dapat dipahami oleh akal manusia, aturan ini umumnya mempunyai dimensi vertikal langsung antara manusia dengan Alloh saja.
Perintah Alloh kepada Ibrahim As menyembelih putranya ini memiliki dimensi vertikal. Namun bukan berarti perintah ini tidak mempunyai makna, justru disinilah letak makna perintah itu apabila kita pahami dengan pendekatan imani.
Janggal ya kok Nabi Ibrahim dan Ismail  itu masih perlu di uji loyalitasnya kepada Alloh, bukankah mereka manusia pilihan Alloh yang tidak diragukan lagi imannya. Namun kejanggalan itu akan hilang manakala kita memahami bahwa kehadiran para Nabi di dunia ini antara lain dalam rangka memberikan contoh bagaimana manusia harus taat kepada Alloh dan sabar dalam menerima ujian-ujian hidup.
Nabi aja masih diuji loyalitasnya apalagi manusia seperti kita yang seharusnya di uji loyalitas dan kesabarannya. Tetapi Nabi itulah yang paling pedih ujian-ujian hidupnya. Semakin tinggi imannya semakin berat pula cobaan-cobaan guna menyakinkan loyalitas keimanannya kepada Alloh. Walau tidak selamanya orang yang selalu ditimpa musibah itu orang yang paling beriman dan mesti tinggi kesetiaannya kepada Alloh.
Selain sebagai simbol kesetiaan Kepada Alloh, di dalam kurban itu juga terdapat simbol ketauhidan. Di Jaman jahiliah orang-orang musyrik cenderung mengkultuskan hewan-hewan tertentu. Di surah Al Maidah ayat 103 telah disinggung tentang hal itu dan oleh karenanya di perbaikilah pemahaman itu dengan adanya surah Al Hajj ayat 28 dan 36, Alloh berfirman, “ Maka makanlah daging-daging binatang ternak itu dan berikanlah (untuk dimakan) orang yang memerlukan dan orang fakir”. Oleh karena itu menyembelih dan mengkonsumsi binatang-binatang itu merupakan bagian dari ibadah yang tidak dapat diganti dengan yang lain.
Dulu juga anak adalah dianggap keindahan kehidupan dunia dalam keluarga dan harta juga pada masa lalu selalu dilukiskan dengan binatang. Padahal Alloh telah banyak menegaskan bahwa anak dan harta hanyalah hiasan dunia serta ujian saja. Ini terekam dalam Al Kahfi 46 dan Al Anfal ayat 28. Manusia hendaknya menjadikan anak dan harta itu sebagai sarana untuk mencari keridhaan Alloh bukan untuk dijadikan impian, didewakan bahkan sebagai sesuatu yang di idam-idamkan.
Nabi Ibrahim adalah sosok manusia yang mampu memenangkan kepentingan Alloh atas kepentingan dirinya sendiri. Maka sangat wajar jika keberhasilan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam mendahulukan perintah Alloh dijadikan sebagai salah satu syariat Islam karena itu agar bisa di dapat pesan-pesan moralnya tadi.
Ibadah kurban dengan hari raya Idul Adha yang datang setiap tahun sebaiknya janganlah menjadi upacara rutinitas saja, melainkan hendaknya dapat menjadikan kita seperti Ibrahim dan Ismail yang telah mampu mendahulukan kepentingan Alloh atas kepentingannya sendiri. Bila tidak, kita hanya akan mengumandangkan kalimat Allohu Akbar dimana-mana saat Idul Adha, tetapi dalam perilaku hidup sehari-hari kita justru mengecilkan  dan menyepelekan segala perintah-Nya. Mari kita renungi untuk apa kita hidup di dunia ini dan di edisi pertama telah di jelaskan bahwa kita semua manusia ini di ciptakan hanya untuk mengabdi (beribadah) kepada Alloh. Karena Alloh SWT berfirman
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56).
Semoga bermanfaat untuk penulis dan pembaca, Aminn.
Trans Bebanir Bangun, 21 Oktober 2012 
by Kang Asmu