Dikampungnya kang Asmu, hidup seorang laki-laki dermawan yang bernama Pak Mekir. Ia sangat
kaya dan suka memberi pada orang miskin. Tetapi dia merasa lama kelamaan jumlah
hartanya menjadi berkurang, Pak Mekir mulai pun mulai gelisah. Suatu hari Pak Ijak yang
terkenal sebagai orang bijak sekampung sedang singgah beristirahat di rumahnya. Pak
mekir pun menceritakan kegelisahan hatinya kepada Pak Ijak untuk meminta
nasihat bagaimana caranya agar para pengemis tidak mendatangi rumah Pak mekir
lagi untuk meminta bantuan.
“Buat
saja pagar tembok yang tinggi dengan gerbang yang kokoh,”
kata Pak Ijak. “Aku jamin pengemis tak akan datang lagi ke rumahmu”.
Akhirnya Pak mekir mengikuti saran si Pak Ijak. Di luar dugaan, membuat pagar dan gerbang membutuhkan
biaya yang sangat mahal. Uang Pak mekir pun menjadi habis tak bersisa, dia
menjadi miskin dikarenakan mengikuti saran Pak Ijak itu.
Ketika Pak Ijak tersebut datang kembali ke rumahnya, Pak mekir tidak
dapat menahan amarahnya kepada si Pak Ijak dan berkata, “ Berani-beraninya kamu
datang lagi ke rumahku, lihatlah hasil dari menuruti nasihatmu untuk membuat pagar dan gerbang itu, uangku habis semua dan aku sekarang menjadi orang miskin.”
“Tuan, tenangkan dirimu,” kata si Pak Ijak dengan suara lembut.
“Bukankah sudah tidak ada pengemis datang ke rumah anda? Aku tak melihat
seorangpun. Coba pikirkan lagi kata-katamu tempo hari, kau tidak ingin ada
pengemis yang datang ke rumahmu. Kedatangan mereka tak sanggup kau tolak, tapi
juga telah menggerogoti hartamu. Tempat yang tidak akan dikunjungi
peminta-minta adalah rumah orang yang tidak memiliki apa-apa bukan?” Pak mekir
pun menjadi terdiam.