Aku kini terbaring disebuah ruangan rehabilitasi. Tubuhku terasa remuk semua. Namaku adalah Nahel. Adikku bernama Husnul, dia sekarang berada disampingku membacakan sebuah wahyu ilahi yang menjadi wiridan bangsaku yakni surah An Nahl. Nenek moyangku mendengar itu dari Manusia paling mulia yang pernah lahir dan ada di bumi, Muhammad Saw. Hingga kini surah itu adalah bacaan wajib golongan kami. Aku kemarin terkena musibah yang hampir saja merenggut nyawaku.
" Kak, apakah masih sakit?" Husnul adikku tersenyum melihatku menggerakkan lenganku yang dibalut. Aku menggeleng. Bacaan surahnya sudah selesai, 128 ayat dibisikkan didekatku dengan merdu.
" Dik, kemarin aku tidak teliti ketika memasuki rumah didekat surau itu.." ucapku kepadanya.
" Kenapa kak?"
" Saat itu aku masuk kerumah pak Zein karena melihat setangkai bunga indah dimeja ruang tamunya. Aku berfikir jika bunga itu harum dan segar hingga bisa menjadikan madu hasil kelompok kita yang terbaik. Namun saat aku hinggap kekecewaan muncul. Bunga itu tidak harum dan segar. Bahkan benang sarinya palsu. Oleh karena itu aku memutuskan untuk keluar dari rumah pak Zein. Ternyata itu adalah bunga plastik. Aku kesusahan untuk mencari pintu keluar,"
" Kenapa kakak tidak keluar melalui jalan masuknya tadi?" Tanya adikku.
" Karena, pintu tempatku masuk tadi sudah ditutup oleh Binti anaknya pak Zein" kataku sambil menggerakkan tanganku yang sakit.
" Kasihannya kakak, kemudian bagaimana?" lanjut adikku sambil membelai kepalaku.
" Namun tiba-tiba aku tersenyum karena melihat ada bunga Dahlia yang bergoyang diterpa angin disebelah Utara. Akhirnya aku bisa bebas dan segera mendatangi bunga itu. tapi tiba-tiba aku menabrak sesuatu yang tidak dapat kulihat. Setiap kali aku terbang kearah bunga itu selalu terbentur hingga aku terjatuh berkali-kali. Badanku terasa remuk."
" Apakah kakak menabrak kaca yang pernah diceritakan pak Namel itu?"
" Iya, aku baru tau ternyata itu adalah kaca. Aku meringis kesakitan dik, Aku berfikir tidak bisa pulang dan terjebak. Bagaimana nasibmu dan si bungsu Nabila ?"
" terus kak?" adikku penasaran..
" Saat itu pak Namel kebetulan lewat situ dan aku bercerita kepadanya tentang keinginan untuk keluar dari rumah pak Zein. Pak Namel tertawa tergelak mendengar ceritaku. Sebagai semut yang paling berpengalaman pak Namel menepuk pundakku dan berkata " hanya ada satu cara agar pak Nahel bisa keluar dari sini yakni menunggu Binti anaknya pak Zein membukanya. Biasanya sebentar lagi dia akan keluar untuk membersihkan teras. Nah saat pintu terbuka kamu cepat-cepat saja keluar." "
Istriku mendengarkan dengan antusias dan aku melanjutkan ceritanya.
" Aku mengucapkan terima kasih dan diam menunggu Binti keluar. Pak Namel pamit pergi melanjutkan perjalanannya. Tak lama kemudian benar saja, Binti keluar dengan membawa sapu untuk membersihkan teras. Yang jadi masalah adalah saat dia memandangku, dia ketakutan dan mengayunkan sapunya kearahku " Sambil tersenyum aku bercerita, adikku masih antusias mendengarkan.
" Terus hasilnya seperti ini kak?" Tanya adikku.
" Iya, Binti kan masih kelas 5 SD dik, jadi main pukul saja. coba dia tau jika kita ini penghasil madu, pasti dia membukakan pintu agar aku bisa keluar." Kataku tersenyum.
" Kak.."
" Iyaa?"
" Menurut pak Namel, Binti dimarah pak Zein karena ketahuan memukul kakak kemarin.."
Aku tersenyum geli.