" Barangsiapa yang suka menyebutnya maka artinya dia itu yang aslinya menyukai "Entah itu kalimat itu berasal dari mana asalnya kata bijak itu yang pasti adalah ucapan itu yang muncul dari Bu Lena Sade, guru kelas 3 SD kang Asmu dulu ketika mendengar banyak sekali anak-anak yang suka mengejek temannya yang lain. Disekolah dulu yang kerap menjadi bahan olokan adalah Emi, seorang gadis cilik yang rambutnya selalu berantakan berminyak orang aring yang mengkilap, hidungnya kerap mengeluarkan ingus, serta yang paling membuat temannya semakin giat mengoloknya adalah penyakit telinga yang menimpanya. Cairan beraroma ga enak dan sedikit membuat nafsu makan hilang itu selalu tercium jika kita berada satu meter dari dirinya. Oleh karena itu dia selalu berbekal kapas untuk menutupinya.
Emi selalu dijadikan bahan olokan. Hampir semua anak laki-laki tidak mau berteman dengannya karena takut diejek teman lainnya dan sejak ucapan bu Lena Sade itu membahana seantero kelas yang mengejek pun sekarang cuek karena jika sampai dia menyebutkan namanya maka bersiaplah dia dianggap menyukai Emi. Wah jika begitu akibatnya adalah pamor langsung pudar dihadapan Yuni dan Trie dua gadis idola anak-anak se-SD dulu.
Entah apakah kata-kata sakti dari bu Lena itu benar atau tidak yang terjadi adalah aku selalu merasakan jika hal itu selalu tidak salah.
Pertama, Ipin sohib dekatku begitu khusyuk mendengarku menceritakan kehebatan dan kegandrunganku dengan seorang pemain sepakbola bernama Raul Gonzalez Blanco asal Spanyol setiap hari ketika usai main bal-balan (sepakbola) dilapangan bernama Kandang kebo hehe maklum usai main selalu tubuh kami berselimut lumpur.
kedua, Mamik seorang sahabat kecilku dulu seakan mau muntah saja ketika setiap bertemu denganku selalu kujejali dengan cerita-cerita kekagumanku kepada Armiah seorang gadis ayu yang tak lain adalah kakak kelasku di ESEMPE. Bayangkan saat ngaji aku selalu berusaha duduk didekatnya dan dia langsung berwajah pasrah karena ceritaku sama yakni tentang Armiah. Entah gadis berlesung pipit itu sekarang sudah punya anak berapa.
Ketiga, aku juga kerap bercerita dengan Enor (namanya Nuruddin, aku memanggilnya Nur tapi karena lidah jawa jadilah Enor dan huruf E itu dibaca dengan lafal nomor empat..tau kan? pasti tau dong..) tentang keinginanku menjadi wartawan dan hasilnya aku memang gandrung menulis cerita sepakbola dengan tokoh utama tak lain dan tak bukan yaitu Raul Gonzalez Blanco. Tumpukan buku tulis yang berisi kisah sepakbola rasanya lebih banyak dari buku pelajaran buat sekolah. Entah dimana keberadaan buku-buku itu, terakhir kulihat dimasukkan kekarung dan beberapa hari kemudian karung itu tidak ada. Aku tidak heran ketika berjalan dibelakang rumah ada tumpukan abu. Hahhhh!!! Bukuku lebur...
Keempat, Saat ESDE aku juga selalu menceritakan kepada ibuku jika aku ingin menjadi penyebar agama Islam dan setelah itu aku menjadi tukang adzan tetap saat sholat dhuhur dipesantren yang pada hasilnya aku hanya bisa memanggil Kyai Tajuwid hasyim saja dan seorang gadis bernama Yuliana. Cuma dua orang setiap hari yang menjawab panggilan adzanku dipesantren. Maklumlah pesantren ini bukan untuk pesantren mukim tapi pesantren untuk para santri kalong.
Sebenarnya masih banyak sekali hal yang bertepatan dengan apa yang di ucapkan bu Lena tadi tapi nanti saja aku lanjutkan. Tunggu edisi kedua ya..!!! hehe jika mau menunggu.
Entah apakah kata-kata sakti dari bu Lena itu benar atau tidak yang terjadi adalah aku selalu merasakan jika hal itu selalu tidak salah.
Pertama, Ipin sohib dekatku begitu khusyuk mendengarku menceritakan kehebatan dan kegandrunganku dengan seorang pemain sepakbola bernama Raul Gonzalez Blanco asal Spanyol setiap hari ketika usai main bal-balan (sepakbola) dilapangan bernama Kandang kebo hehe maklum usai main selalu tubuh kami berselimut lumpur.
Ketiga, aku juga kerap bercerita dengan Enor (namanya Nuruddin, aku memanggilnya Nur tapi karena lidah jawa jadilah Enor dan huruf E itu dibaca dengan lafal nomor empat..tau kan? pasti tau dong..) tentang keinginanku menjadi wartawan dan hasilnya aku memang gandrung menulis cerita sepakbola dengan tokoh utama tak lain dan tak bukan yaitu Raul Gonzalez Blanco. Tumpukan buku tulis yang berisi kisah sepakbola rasanya lebih banyak dari buku pelajaran buat sekolah. Entah dimana keberadaan buku-buku itu, terakhir kulihat dimasukkan kekarung dan beberapa hari kemudian karung itu tidak ada. Aku tidak heran ketika berjalan dibelakang rumah ada tumpukan abu. Hahhhh!!! Bukuku lebur...