Ada satu hal yang paling disukai Kang Asmu saat menginjak kelas 3 SD yakni membaca. Kemampuan membaca yang cepat dan lancar membuatnya doyan bergelut dengan banyak buku yang dipinjamnya dari sekolah. Kegemaran membaca ini semakin tersalurkan ketika dikelas 3 mulai banyak buku cerita dan sejarah, tiap hari selalu membaca, membaca dan membaca. Rasanya karena hal inilah yang akan membawanya sebagai anak yang kemampuan mengingat sejarah termasuk yang terbaik dikelas dan membuat Ibu Suraini. K guru kelasnya di kelas 4 tidak percaya ketika pada suatu hari Kang Asmu mendapatkan nilai sempurna pelajaran sejarah bahkan sampai dipanggil kedepan kelas untuk bertanya tentang sejarah karena tidak percaya namun akhirnya beliau mempercayainya saja dan terbukti hasil sempurna itu murni.
Kegemaran membaca ini sayangnya hanya mengerucut kebacaan yang menampilkan kisah, cerita, dongeng ataupun biografi tokoh. Alhasil untuk hal-hal yang menjurus kehitungan kang Asmu tergolong yang paling lemah.
Pernah suatu hari dia diperintahkan maju mengerjakan soal hitungan kedepan kelas dan semua mata memperhatikannya. Sudah 3 temannya maju mengerjakan soal yang sama dan kini ketiganya berdiri disamping papan tulis berwarna hitam dengan memegang telinga dan kaki diangkat sebelah. Kang Asmu maju dengan tenang, Nuruddin temannya memperlihatkan jawabannya saat dia berjalan perlahan kedepan. Sekilas memang namun kang Asmu terlihat maju dengan melirik ke arah tiga teman yang berdiri disamping papan tulis itu dan membatin " Hehe aku ga berminat bergabung dengan kalian". Bu Suriani K gurunya memberikan kapur tulis yang tinggal secuil itu membuat kang Asmu berfikir, karena jawabannya pendek n singkat tentu kapur tulisnya juga pendek. Selamat, pikirnya dengan senyum penuh percaya diri.
Entah bagaimana ceritanya, 5 detik setelah menggoreskan kapur tulis itu tepukan penggaris kayu mendarat dipantat kang Asmu dan itu menandakan bahwa dia menjadi penghuni baru tempat paling memalukan didunia yakni sebelah papan tulis hitam berdebu kapur serta bergabung dengan ketiga temannya yang bersamaan mendehem dengan penuh aroma ejekan. Kang Asmu memandang tidak percaya bahwa jawabannya di salahkan padahal itu persis seperti jawaban yang Nuruddin tulis dan ternyata jawabannya sama dengan yang dituliskan oleh bu Suriani. Jelas saja ini membuat Kang Asmu bingung dan lebih bingung lagi saat ditanya darimana asal jawabannya itu.
" Jawabannya memang benar tapi caranya yang salah.." itu yang Bu Suriani katakan.
" Harus ada langkah-langkahnya atau prosesnya, dari mana muncul jawabannya..?" lanjut Bu Suriani.
" soal ini bukan tebak-tebakan, yang ibu minta itu kalian mengerti cara mengerjakannya." masih lanjutan dari Bu Suriani.
Kejadian itu hanya salah satu dari beberapa kejadian yang menyimpulkan bahwa dia lemah dengan hitungan.
Kemampuan membaca dan mengingat yang dimiliki oleh dia kerap membantunya percaya diri dalam berbagai hal. Sore hari saat di pesantren Asmu hanya membutuhkan beberapa saat untuk menghafalkan si'ir-si'ir kitab dan maju didepan untuk memperlihatkan hafalannya disamping para guru ngaji.
Waktu bermainnya serasa makin berkurang, siang hari usai pulang sekolah buku sudah menemaninya bahkan saat makanpun dia tetap membaca.
" mengko ae mocone As, saiki mangan disek..( nanti aja bacanya As, sekarang makan dulu!) " perintah Ibu Fat padanya namun buru-buru dia berdalih.
" Biar ae mak, jadi makanan masuk ilmu pun masuk.." Kata Asmu berdalih.
Kebiasaannya yang suka membaca ini kadang disalahgunakan. Ulik, anak jalur tengah dan kelas 5 menyukai cak Sokeh, kakaknya Asmu itu selalu menitipkan surat-surat cintanya pada Asmu untuk disampaikan pada kakaknya. Siang sambil menunggu cak Sokeh pulang dari SMP, iseng dibukanya surat dari Ulik itu dibelakang rumah, setelah membacanya Asmu senyum-senyum. Selalu begitu hingga suatu hari saat dititipi surat, Ulik tampak tersedu dengan wajah sembab, Asmu ga perduli dan usai pulangan dia berlari kebelakang rumah dan membuka suratnya Ulik. Betapa kagetnya dia saat kertas itu berbau amis dan saat terbuka ada gambar buah hati dengan darah. Wahh, cintanya Ulik sungguh besar sampai jempolnya itu dikorbankan untuk jelaskan bahwa aliran darahnya itu pun juga menjadi bukti cintanya. Memang saat menyerahkan surat itu Asmu melihat jempolnya Ulik dilingkari oleh hansaplast. Asmu tidak tau apa yang terjadi pada hubungan antara cak Sokeh dengan Ulik karena memang dia tidak ambil pusing, yang penting hobi membacanya tersalurkan saja dan yang pasti Asmu tidak pernah melihat mereka berdua bertemu secara khusus.
Entah bagaimana ceritanya, 5 detik setelah menggoreskan kapur tulis itu tepukan penggaris kayu mendarat dipantat kang Asmu dan itu menandakan bahwa dia menjadi penghuni baru tempat paling memalukan didunia yakni sebelah papan tulis hitam berdebu kapur serta bergabung dengan ketiga temannya yang bersamaan mendehem dengan penuh aroma ejekan. Kang Asmu memandang tidak percaya bahwa jawabannya di salahkan padahal itu persis seperti jawaban yang Nuruddin tulis dan ternyata jawabannya sama dengan yang dituliskan oleh bu Suriani. Jelas saja ini membuat Kang Asmu bingung dan lebih bingung lagi saat ditanya darimana asal jawabannya itu.
" Jawabannya memang benar tapi caranya yang salah.." itu yang Bu Suriani katakan.
" Harus ada langkah-langkahnya atau prosesnya, dari mana muncul jawabannya..?" lanjut Bu Suriani.
" soal ini bukan tebak-tebakan, yang ibu minta itu kalian mengerti cara mengerjakannya." masih lanjutan dari Bu Suriani.
Kejadian itu hanya salah satu dari beberapa kejadian yang menyimpulkan bahwa dia lemah dengan hitungan.
Kemampuan membaca dan mengingat yang dimiliki oleh dia kerap membantunya percaya diri dalam berbagai hal. Sore hari saat di pesantren Asmu hanya membutuhkan beberapa saat untuk menghafalkan si'ir-si'ir kitab dan maju didepan untuk memperlihatkan hafalannya disamping para guru ngaji.
Waktu bermainnya serasa makin berkurang, siang hari usai pulang sekolah buku sudah menemaninya bahkan saat makanpun dia tetap membaca.
" mengko ae mocone As, saiki mangan disek..( nanti aja bacanya As, sekarang makan dulu!) " perintah Ibu Fat padanya namun buru-buru dia berdalih.
" Biar ae mak, jadi makanan masuk ilmu pun masuk.." Kata Asmu berdalih.
Kebiasaannya yang suka membaca ini kadang disalahgunakan. Ulik, anak jalur tengah dan kelas 5 menyukai cak Sokeh, kakaknya Asmu itu selalu menitipkan surat-surat cintanya pada Asmu untuk disampaikan pada kakaknya. Siang sambil menunggu cak Sokeh pulang dari SMP, iseng dibukanya surat dari Ulik itu dibelakang rumah, setelah membacanya Asmu senyum-senyum. Selalu begitu hingga suatu hari saat dititipi surat, Ulik tampak tersedu dengan wajah sembab, Asmu ga perduli dan usai pulangan dia berlari kebelakang rumah dan membuka suratnya Ulik. Betapa kagetnya dia saat kertas itu berbau amis dan saat terbuka ada gambar buah hati dengan darah. Wahh, cintanya Ulik sungguh besar sampai jempolnya itu dikorbankan untuk jelaskan bahwa aliran darahnya itu pun juga menjadi bukti cintanya. Memang saat menyerahkan surat itu Asmu melihat jempolnya Ulik dilingkari oleh hansaplast. Asmu tidak tau apa yang terjadi pada hubungan antara cak Sokeh dengan Ulik karena memang dia tidak ambil pusing, yang penting hobi membacanya tersalurkan saja dan yang pasti Asmu tidak pernah melihat mereka berdua bertemu secara khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar