Kurang lebih seminggu yang lalu kang Asmu kedatangan tamu seorang teman pondok bernama Azami. Walau hanya sebagai santri kalong, Asmu berteman baik dengan beberapa santri pondok yang mukim (yang tinggal dipondok) dan salah satunya adalah Azami ini. Nah kebiasaan kang Asmu ketika di langgar adalah menceritakan perjalanan hidup orang-orang yang sukses dengan beberapa hikmah untuk bisa membuat geng percil (sebutan untuk anak-anak yang ngaji di langgar) merasa termotivasi dan menjadi pelajaran untuk mereka. Sekarang ini kisah Azami menjadi bahan yang akan diceritakan kepada geng percil.
Awal masuk pondok pesantren dulu Azami sangat berbeda dengan teman-teman lainnya. Ayahnya seorang petani sayur-sayuran dengan penghasilan tidak menentu. Ibunya pun hanya menjalani hari dengan menemani sang ayah bergelut di ladang yang dipinjam dari tetangga mereka. Sejak lulus SMP dia tidak melanjutkan pendidikannya. Tekadnya adalah membantu kedua orang tuanya untuk membiayai sekolah adik-adiknya yang berjumlah 3 orang. Dengan tenaga yang dipunyainya dia bantu ayahnya itu di ladang seharian penuh dengan semangat dan tanpa keluhan. Namun kerap hasil dari bertani sayur-sayuran itu mengalami kerugian, selain gagal panen juga sering mendapati harga yang jauh menurun drastis. Disela-sela kegiatan membantu orang tuanya ini Azami gemar juga membantu mengajar ngaji di Langgar yang tidak jauh dari rumahnya. Pak Karim ayahnya prihatin dengan Azami yang harus berhenti sekolahnya. Selalu menolak ketika dibujuk untuk sekolah karena Azami bertekad untuk membantu orang tuanya yang sangat kekurangan itu. Biarlah dia berpendidikan rendah asalkan adik-adiknya bisa sekolah tinggi, itu adalah alasannya.
Suatu hari dengan tergopoh-gopoh pak Karim memanggil Azami yang sedang membuat bedengan sayuran. Pesantren. Ya pesantren..itulah yang dikatakan oleh Pak Karim pada Azami saat memaksa agar masuk pesantren saja. Pak Karim tidak mau anak pertamanya ini menyerah pada keadaan.
" Kamu harus kepesantren Zam. Kami bisa tetap membiayai adikmu kok. tenang saja." kata Pak Karim menenangkan perasaan anaknya.
Setelah dibujuk akhirnya Azami mau menerima perintah orang tuanya itu dengan catatan hal itu tidak memberatkan dan tidak perlu mendapatkan kiriman dana. Cukup doa saja, pintanya.
Keadaan orang tuanya yang miskin dan adik-adiknya yang masih sekolah itu menjadi pemicu Azami untuk giat belajar dipondok.
Pondok Tahfiz Qur'an. Ya, Azami menjadi santri dipondok itu selama 3 Tahun dengan prestasi berbagai prestasi. Dengan kesungguhan dan tekad yang kuat dia berhasil menghafal seluruh Qur'an dalam kurun waktu 30 bulan tepatnya 2,6 tahun. Setiap tengah malam bersama teman-temannya dia sudah disibukkan dengan kegiatan mengulang hafalan dan mempertajam hafalan yang baru sebelum disetorkan sesudah subuh. Untuk biaya hidupnya itu tidak menjadi kendala karena prestasi menjadi juara di MTQ bahkan beberapa kali dia bisa mengirim sebagian rizkinya itu untuk orang tuanya.
Kini Azami telah meninggalkan pondok dan menjadi imam masjid disebuah kampung pedalaman. Dia dipilih menggantikan Kang Asmu yang menolak tawaran itu karena lebih memilih membangun kampung halamannya sendiri. Azami masih muda, selama di Pondok dia juga sekolah di madrasah Aliyah. Lagipula tugasnya menjadi imam ini tidak lama hanya setahun karena dia mendapatkan beasiswa kuliah di Timur Tengah untuk tahun berikutnya. Dia juga tidak lagi khawatir dengan keluarganya yang kini bisa mencukupi kehidupannya berkat hasil pertanian dan ternak ayam yang modalnya dari Azami.
Seminggu yang lalu, Azami datang bertamu ketempat Kang Asmu untuk bersilaturahmi sambil pamitan untuk melanjutkan pendidikannya di Timur tengah. Selamat berjuang kawan.
Suatu hari dengan tergopoh-gopoh pak Karim memanggil Azami yang sedang membuat bedengan sayuran. Pesantren. Ya pesantren..itulah yang dikatakan oleh Pak Karim pada Azami saat memaksa agar masuk pesantren saja. Pak Karim tidak mau anak pertamanya ini menyerah pada keadaan.
" Kamu harus kepesantren Zam. Kami bisa tetap membiayai adikmu kok. tenang saja." kata Pak Karim menenangkan perasaan anaknya.
Setelah dibujuk akhirnya Azami mau menerima perintah orang tuanya itu dengan catatan hal itu tidak memberatkan dan tidak perlu mendapatkan kiriman dana. Cukup doa saja, pintanya.
Keadaan orang tuanya yang miskin dan adik-adiknya yang masih sekolah itu menjadi pemicu Azami untuk giat belajar dipondok.
Pondok Tahfiz Qur'an. Ya, Azami menjadi santri dipondok itu selama 3 Tahun dengan prestasi berbagai prestasi. Dengan kesungguhan dan tekad yang kuat dia berhasil menghafal seluruh Qur'an dalam kurun waktu 30 bulan tepatnya 2,6 tahun. Setiap tengah malam bersama teman-temannya dia sudah disibukkan dengan kegiatan mengulang hafalan dan mempertajam hafalan yang baru sebelum disetorkan sesudah subuh. Untuk biaya hidupnya itu tidak menjadi kendala karena prestasi menjadi juara di MTQ bahkan beberapa kali dia bisa mengirim sebagian rizkinya itu untuk orang tuanya.
Kini Azami telah meninggalkan pondok dan menjadi imam masjid disebuah kampung pedalaman. Dia dipilih menggantikan Kang Asmu yang menolak tawaran itu karena lebih memilih membangun kampung halamannya sendiri. Azami masih muda, selama di Pondok dia juga sekolah di madrasah Aliyah. Lagipula tugasnya menjadi imam ini tidak lama hanya setahun karena dia mendapatkan beasiswa kuliah di Timur Tengah untuk tahun berikutnya. Dia juga tidak lagi khawatir dengan keluarganya yang kini bisa mencukupi kehidupannya berkat hasil pertanian dan ternak ayam yang modalnya dari Azami.
Seminggu yang lalu, Azami datang bertamu ketempat Kang Asmu untuk bersilaturahmi sambil pamitan untuk melanjutkan pendidikannya di Timur tengah. Selamat berjuang kawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar