Pak Mekir yang terkenal pelit marah dengan kata-kata Ucup yang meminta sumbangan seikhlasnya untuk membantuk biaya pembelian hewan Qurban. Akhirnya dengan geram dan dongkol dia terpaksa dia menyumbangkan seekor kambing dari puluhan kambing yang diternaknya. Ucup dan geng percil itu menerimanya dengan senang hati. Tetapi Pak Mekir berkata, "Kambing itu jangan disembelih dulu. Ajari dulu kambing itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya. Jika bisa membaca maka boleh kambing itu dijadikan hewan Qurban"
Ucup dan Geng percil berlalu dengan cekikikan melihat ketidak ikhlasan pak Mekir, dan dua minggu kemudian ia dan Geng percil kembali ke rumah pak Mekir. Tanpa banyak bicara, Pak Mekir menunjuk ke sebuah buku besar. Ucup menggiring kambing dari pak Mekir ke buku itu, dan membuka sampulnya.
Si kambing menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu, si kambing menatap Ucup. "Demikianlah," kata Ucup sambil menatap ke Pak Mekir yang terperangah,
"kambingku sudah bisa membaca.?" Pak Mekir mulai menginterogasi,
"Bagaimana caramu mengajari dia membaca ?"
Ucup berkisah,"Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan daun-daun segar di dalamnya. Kambing itu dipelajari membalik-balik halaman untuk bisa makan daun-daun segar itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar."
"Tapi," tukas Pak Mekir tidak puas,
"Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya ?" lanjutnya.
Ucup menjawab,"Memang demikianlah cara kambing membaca; hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, berarti kita setolol kambing, bukan ?"
Aslinya kisah ini berasal dari Timur Tengah, namun untuk kepentingan yang baik dieditlah tanpa mengurangi makna dari kisahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar